BERITA PAJAK HARI INI

Sri Mulyani Bakal Sodorkan RUU Baru Soal Pajak, Apa Itu?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 04 September 2019 | 08:31 WIB
Sri Mulyani Bakal Sodorkan RUU Baru Soal Pajak, Apa Itu?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (foto: Setkab)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah menyusun rancangan undang-undang (RUU) baru terkait dengan ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (4/9/2019).

Isi dari RUU tersebut akan sejalan dengan revisi paket undang-undang pajak yang tengah dilakukan dalam konteks reformasi perpajakan. UU tersebut adalah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan RUU itu untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, meningkatkan pendanaan investasi, menyesuaikan prinsip penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dengan prinsip teritorial, dan mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak (WP), serta menciptakan keadilan dalam iklim berusaha di dalam negeri.

Baca Juga:
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Terkontraksi 4,5% pada Kuartal I/2024

“Dan menempatkan berbagai fasilitas perpajakan di dalam satu perundang-undangan. Presiden dan Wakil Presiden minta segera matangkan RUU ini agar bisa lakukan konsultasi publik dan disampaikan segera ke DPR,” ujarnya.

Selain itu, beberapa media juga menyoroti potential loss dari rencana penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 20% secara bertahap. Rencana yang direncanakan mulai efektif pada 2021 ini diestimasi berisiko menghilangkah potensi penerimaan puluhan triliun.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System
  • 8 Poin Perubahan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan setidaknya ada 8 poin utama yang akan dimuat dalam RUU baru terkait dengan ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian.

Pertama, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 20%. Selain itu, tarif perusahaan yang go public juga akan diturunkan sama dengan Singapura yakni 17%. Kedua, penghapusan PPh dividen dari perusahaan dalam dan luar negeri.

Ketiga, perubahan rezim PPh orang pribadi dari worldwide menjadi teritorial. (Baca soal konsep sistem pajak worldwide dan teritorial di sini).Keempat, pemberian keringanan sanksi yang terkait dengan administrasi pajak.

Baca Juga:
Sri Mulyani Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,17% di Kuartal I/2024

Kelima, pemberian relaksasi hak untuk mengkreditkan pajak masukan. Keenam, penempatan seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu bagian.Ketujuh, pengaturan pajak pertambahan nilai bagi perusahaan digital. Kedelapan, perubahan definisi bentuk usaha tetap (BUT) tidak lagi berdasarkan kehadiran fisik.

  • Potential Loss

Pemerintah berencana memangkas tarif PPh badan mulai 2021 mendatang. Dari hitungan Ditjen Pajak (DJP), pemangkasan tarif dari 25% menjadi 20% secara langsung akan membuat risiko hilangnya potensi penerimaan pajak senilai Rp87 triliun. Oleh karena itu, pemerintah akan mengambil skema pemangkasan bertahap.

“Kalau bertahap, Rp54 triliun [potential loss pada 2021],” ujar Dirjen Pajak Robert Pakpahan.

Baca Juga:
Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global
  • Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Nasruddin Joko Suryono mengatakan otoritas akan berupaya untuk membuat formula penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang tidak memberi dampak negatif pada industri.

“Besaran kenaikan tarif cukai dikenakan secara proporsional di mana industri padat karya mendapat beban [kenaikan cukai] yang lebih rendah dibandingkan industri padat modal,” katanya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

04 September 2019 | 14:12 WIB

hmm, kalo indonesia beralih dari worldwide ke teritorial, bukannya menjadi rugi yah untuk indonesia itu sendiri? yang biasanya penghasilan WP dari LN diperhitungkan dalam penghitungan SPT tahunan, dengan beralih ke teritorial,maka penghasilan dr LN tersebut tidak diperhitungkan dengan SPT WP tersebut. sehingga pajak yg terhutang terhadap wp tst menjadi kecil

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 27 April 2024 | 12:30 WIB PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Terkontraksi 4,5% pada Kuartal I/2024

Sabtu, 27 April 2024 | 10:03 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System

Sabtu, 27 April 2024 | 07:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Sri Mulyani Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,17% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah