DEBAT PAJAK

Setuju dengan Pajak Karbon? Sampaikan Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!

Redaksi DDTCNews | Kamis, 23 September 2021 | 09:30 WIB
Setuju dengan Pajak Karbon? Sampaikan Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!

JAKARTA, DDTCNews – Melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah mengusulkan pengenaan pajak karbon.

Dalam usulan pemerintah, pajak karbon akan dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan karbon. Adapun tarif pajak karbon yang diusulkan adalah sebesar Rp75 per kilogram CO2 ekuivalen atau satuan yang setara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan pajak karbon menjadi kebijakan yang penting dalam penanganan perubahan iklim. Apalagi, Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah meratifikasi Kesepakatan Paris untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Baca Juga:
Singapura Resmi Naikkan Tarif Pajak Karbon sekitar Rp296.000 per Ton

Implementasi pajak karbon ini juga menjadi sinyal perubahan perilaku dari pelaku usaha untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pemerintah ingin mewujudkan ekonomi hijau yang main kompetitif dan pembangunan yang berkelanjutan.

"Implementasi pajak karbon dilakukan secara bertahap dan berhati-hati, memperhatikan kesiapan sektor," Sri Mulyani.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Taxing Energy Use for Sustainables Development (2021) menyatakan penerapan pajak karbon menjadi instrumen kuat dalam penanganan masalah lingkungan akibat emisi karbon sekaligus memberi penerimaan negara.

Baca Juga:
Pemerintah Dorong Penerapan Carbon Capture Storage, Insentif Disiapkan

Di sisi lain, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid berpendapat penerapan pajak karbon akan memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha. Apalagi, kegiatan bisnis pada saat ini tengah mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.

Dia menjelaskan dampak penerapan pajak karbon akan membuat biaya produksi naik dan daya beli masyarakat menurun. Menurutnya, sebanyak 18 asosiasi pengusaha menolak penerapan pajak karbon yang masuk sebagai jenis pajak baru dalam RUU KUP.

Rasjid meyakini rencana penerapan pajak karbon akan menjadi komponen biaya baru bagi pelaku usaha. Tak menutup kemungkinan, sambungnya, daya saing industri dalam negeri akan turun dan kalah bersaing dengan produk impor.

Baca Juga:
Istana Ungkap Dekarbonisasi Beri Manfaat Ekonomi Rp 7.000 Triliun

"Hal ini tentunya mendorong kenaikan biaya produksi dan distribusi produk sehingga menekan daya beli atau buying power masyarakat dan berpotensi menimbulkan inflasi," ujarnya.

Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah pemerintah perlu mengenakan pajak karbon atau tidak? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar. Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan komentar terbaik dan telah menjawab beberapa pertanyaan yang disampaikan melalui https://forms.gle/gL9wszhV3wsvmut76 akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).

Tenang, pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Senin, 11 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Kamis, 14 Oktober 2021.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Setuju atau Tidak Setuju lalu tuliskan komentar Anda
Setuju
Tidak Setuju
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Setuju
63
82.89%
Tidak Setuju
13
17.11%

11 Oktober 2021 | 14:23 WIB
Setuju dengan penerapan pajak karbon. Tetapi sebisa mungkin memberi waktu bagi pelaku usaha untuk merubah, mengganti atau memodifikasi sistem dan alat yang digunakan dengan energi ramah lingkungan dan terbarukan atau dengan alat yang menghasilkan emisi yang lebih sedikit. Selain itu besaran pajak karbon untuk awal penerapannya sebisa mungkin kurang dari Rp 75/ kg CO2 agar tidak memberatkan pelaku usaha dengan bertambahnya cost untuk penerapan pajak ini.

11 Oktober 2021 | 14:07 WIB
Dikarenakan skrg Indonesia masih dalam tahap pemulihan ekonomi. Saya berharap agar RUU ini dapat diimplementasikan di 4-5 tahun mendatang. Karena ditahun depan saja PPN sudah naik 11%. Hal ini akan membebani daya beli masyarakat menengah kebawah. Apalagi utk kebutuhan pokok. ditambah dengan Pajak karbon yg bisa meningkatkan harga jual listrik dan bensin premium. hal tsb sangatlah membebankan utk masyarakat menengah kebawah #MariBicara

11 Oktober 2021 | 13:41 WIB
Setuju. Dengan menerapkan carbon tax, Indonesia memiliki potensi untuk menerima double dividend yaitu penerimaan negara yang meningkat dan ketahanan lingkungan. Masa pascapandemi merupakan masa yang tepat bagi pemerintah untuk mengembalikan penerimaannya dan mencapai hasil yang diharapkan pada konsensus Paris Agreement. Namun, Sebelum menerapkan carbon tax pemerintah perlu memperhatikan hambatan dengan kepentingan stakeholders, perlu adanya komitmen tentang penerapan carbon tax yang digunakan untuk manfaat ekonomi nasional, adanya transparansi dan akuntabilitas, dan terjalinnya komunikasi yang baik antar pemerintah dan stakeholders. Di sisi lain, ketika carbon tax sudah diterapkan, ideal bagi pemerintah untuk menerapkan carbon tax secara bertahap dengan memperhatikan sektor yang menyumbang emisi karbon tinggi dan mengalokasikan kembali hasil penerimaan dari carbon tax sehingga memiliki multiplier effect yang lebih besar terhadap ekonomi Indonesia. #MariBicara

11 Oktober 2021 | 12:17 WIB
Setuju. Eksternalitas negatif akibat emisi karbon yang menjadi isu global memerlukan intervensi dari pemerintah. Pajak karbon menunjukkan komitmen nyata Indonesia sesuai dengan RPJMN Indonesia tahun 2020-2024, NDC, dan juga SDGs. Urgensi penerapan pajak karbon ini salah satunya disebabkan kelemahan ETS karena sulit untuk mengukur kapasitas karbon yang telah dihasilkan oleh suatu negara. Kebijakan ETS kurang efektif karena adanya pergeseran jatah karbon dan pengenaan penalti atas emisi yang melebihi threshold dapat diakali dengan membeli jatah emisi karbon dari negara lain. Dengan pengenaan pigouvian tax sejak awal, para pihak secara tidak langsung dipaksa untuk switch ke energi yang ramah lingkungan. Disinsentif ini juga jauh lebih efektif dibandingkan memberikan reward/insentif kepada pihak-pihak yang berhasil mengurangi emisi karbon yang. Penerimaan negara yang diperoleh dari pajak karbon sendiri dapat digunakan untuk earmarking atas domino effect yang dihasilkan. #MariBicara

11 Oktober 2021 | 05:55 WIB
Pengenaan Pajak karbon atas emisi yang melebihi batasan merupakan hal yang tepat, dalam praktiknya pemerintah dapat memberikan 'punishment' berupa pengenaan tarif progresif untuk emisi karbon yang terlalu besar di atas batasan, serta memberikan 'reward' berupa izin yang dapat diperdagangkan atas sisa emisi di bawah batasan bagi entitas yang menggunakan energi terbarukan. Konsep mengenai pengenaan tarif progresif dan 'tradeable permit' ini layak untuk dipertimbangkan otoritas karena hal tersebut dapat menjadi insentif bagi Wajib Pajak untuk menurunkan emisi karbonnya dan beralih ke energi terbarukan. #MariBicara

10 Oktober 2021 | 20:16 WIB
Saya setuju dengan adanya kebijakan pajak karbon, Menurut Air Quality Live Index (AQLI)2, kondisi kualitas udara di Indonesia tercatat terus memburuk sejak dua dekade terakhir, dan saat ini berada di peringkat ke-20 negara dengan kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan pengamatan AQLI, 91% penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO). WHO menetapkan rata-rata konsentrasi per tahun dari polutan udara atau particullate matter (PM2,5) tidak boleh melebihi 10 mikron per meter kubik. Berdasarkan hal tersebut, dengan adanya kebijakan pajak karbon, selain menekan angka pencemaran udara di Indonesia, menjadi sumber pemasukan negara. #MariBicara

10 Oktober 2021 | 19:26 WIB
Saya setuju. Emisi CO2 telah menyebabkan berbagai perubahan iklim global sampai saat ini. Global warming is not a prediction, it is happening (James Hansen). Memerangi perubahan iklim merupakan fundamental collective action problem (IMF, 2018). Pajak karbon akan mendorong produsen untuk beralih ke sumber energi ramah yang lingkungan, namun menerapkannya merupakan sebuah tantangan (Marron et al, 2015). Pada studi kasus di Swedia, yang telah menerapkan pajak karbon sejak 1991, pajak ini diterapkan secara bertahap dan merupakan bagian dari reformasi pajak, serta tarif yang dinaikkan secara bertahap sehingga setiap elemen dapat menyesuaikan (Ewald et al, 2021). Studi ini menyatakan bahwa trust in goverment merupakan variabel yang paling penting dalam menerapkan pajak karbon. Selain itu, penerimaan pajak karbon perlu dialokasikan pada pengurangan tarif pajak lainnya, dimanfaatkan menjadi sarana publik secara efisien dan tepat sasaran serta diinvestasikan pada transisi energi. #MariBicara

10 Oktober 2021 | 19:22 WIB
Saya setuju. Mencairnya lapisan es di benua Artika dalam beberapa dekade terakhir ini menjadi salah satu bukti bahwa global warming kian meningkat. Penerapan pajak karbon memberikan dampak baik yang berupa penurunan emisi gas rumah kaca, peningkatan penerimaan pajak, mendorong produsen dan konsumen untuk lebih berhemat energi, berinvestasi pada teknologi ramah lingkungan, serta mendorong kesederhanaan administrasi dalam pemungutan pajak (Buletin APBN DPR RI 2020). Pajak karbon ini juga dianggap sebagai Pigouvian Tax. Beberapa negara yang telah menerapkan pajak karbon adalah Swedia, Irlandia, Finlandia dan Australia yang berdampak pada penurunan emisi sekaligus penambahan pemasukan negara dari penerimaan pajak. Menurut taxpolicycenter, pemasukan pajak ini dapat dialokasikan guna meng-offset dampak negatif dari pajak karbon itu sendiri melalui penurunan tarif pph badan dan orang pribadi, memperbaiki defisit anggaran negara serta diinvestasikan guna mengembangkan green energy. #MariBicara

10 Oktober 2021 | 12:09 WIB
Setuju, dengan adanya pajak karbon dapat membantu indonesia untuk fokus dalam green economy. Pemakaian bahan bakar yang menghasilkan gas karbon dapat berkurang dan mendorong masyarakat untuk berinovasi dalam menciptakan bahan bakar ramah lingkungan. Dapat mengurangi segala hal yang dapat menyebabkan bertambah nya gas karbon yang dihasilkan. Pajak karbon dapat sebagai pendapatan negara yang selain masuk ke apbn, dapat sebagai sumber dana untuk menfasilitasi penciptaan bahan bakar ramah lingkungan, dan inovasi green economy.

10 Oktober 2021 | 12:03 WIB
Saya setuju dengan adanya penerapan pajak karbon ini. Menurut saya, penerapan pajak karbon yang akan berlaku tahun depan nanti, akan sangat membantu pemerintah dan masyarakat dalam pelestarian lingkungan yang minim polusi karbon bahkan hingga bebas polusi karbon. Nantinya, pajak atas karbon ini diharapkan dapat langsung dimanfaatkan untuk pembangunan/pengembangan energi terbarukan (ecofriendly) ataupun pemberian insentif untuk kendaraan ramah lingkungan. Semakin cepat pajak karbon diterapkan, semakin cepat pula lingkungan dapat terkendali (udara bersih, sehat). Diharapkan untuk pajak karbon ini nantinya akan membuat Indonesia terbebas dari ancaman perubahan iklim yang signifikan dan diharapkan pula dapat menjadi solusi ampuh dalam mengurangi polusi karbon di Indonesia.
ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 15 Februari 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Dorong Penerapan Carbon Capture Storage, Insentif Disiapkan

Senin, 05 Februari 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN LINGKUNGAN

Istana Ungkap Dekarbonisasi Beri Manfaat Ekonomi Rp 7.000 Triliun

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah