BERITA PAJAK HARI INI

Ini Deadline Pengajuan Pakai Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Mulai Juli

Redaksi DDTCNews | Selasa, 20 Juli 2021 | 08:00 WIB
Ini Deadline Pengajuan Pakai Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Mulai Juli

Ilustrasi. Gedung bertingkat terlihat dari kawasan Setiabudi, Jakarta, Jumat (9/7/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Pemberitahuan pemanfaatan pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25 mulai masa pajak Juli 2021 tidak harus disampaikan bulan ini. Relaksasi deadline tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (20/7/2021).

Sesuai dengan ketentuan pada PMK 9/2021 s.t.d.d PMK 82/2021, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25 berlaku sejak masa pajak pemberitahuan disampaikan. Pada PMK 82/2021, pemerintah memberikan relaksasi batas akhir penyampaian pemberitahuan pemanfaatan insentif.

“Wajib pajak dapat memanfaatkan ... insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 … sejak masa pajak Juli 2021 dengan menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif … sampai dengan tanggal 15 Agustus 2021,” bunyi penggalan Pasal 19B PMK 9/2021 s.t.d.d PMK 82/2021.

Baca Juga:
Lapor SPT Tidak Lengkap dan Tilap Uang Pajak, Direktur PT Masuk Bui

Selain pemberitahuan, wajib pajak yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 harus menyampaikan laporan realisasi insentif pajak tersebut paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Ditjen Pajak (DJP) juga sudah memperbarui aplikasi pengajuan permohonan atau pemberitahuan pemanfaatan insentif dalam PMK 82/2021 pada DJP Online. Menu Info KSWP DJP Online sudah memuat pemberitahuan fasilitas pengurang pajak penghasilan PPh Pasal 25 (PMK 82/2021).

Wajib pajak yang hendak memanfaatkan insentif dapat mengajukan permohonan atau pemberitahuan dengan login ke DJP Online. Setelah berhasil login, pilih Layanan. Selanjutnya, masuk pada menu Info KSWP lalu pilih fasilitas pada bagian Profil Pemenuhan Kewajiban Saya.

Baca Juga:
DJP Segera Mulai Uji Coba Pelaporan Keuangan Berbasis XBRL Tahap II

Selain mengenai pemanfaatan insentif diskon angsuran PPh Pasal 25, ada pula bahasan terkait dengan penerbitan ketentuan baru yang mengatur mengenai barang kena pajak (BKP) tertentu bersifat strategis yang tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Sektor Penerima Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Sesuai dengan PMK 82/2021, insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 mulai masa pajak Juli 2021 hingga Desember 2021 hanya bisa dimanfaatkan wajib pajak yang masuk ke dalam 216 kode klasifikasi lapangan usaha (KLU).

Baca Juga:
Meski Lewat Tenggat Waktu, DJP Minta WP OP Tetap Lapor SPT Tahunan

Jumlah sektor tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sektor yang berhak memanfaatkan sebelumnya hingga Juni 2021, yakni 1.018 KLU. Simak infografis ‘Jumlah Sektor Terdampak Covid-19 Penerima Insentif Pajak’.

Selain itu, diskon angsuran PPh Pasal 25 tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh wajib pajak perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib pajak yang telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB. Simak ‘WP KITE & Kawasan Berikat Tak Dapat Lagi Diskon Angsuran PPh Pasal 25’. (DDTCNews)

Barang Bersifat Strategis Tidak Dipungut PPN

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 70/2021. Beleid ini dirilis untuk lebih memberikan kepastian hukum dan mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis.

Baca Juga:
Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (1) PP 70/2021, BKP tertentu bersifat strategis yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN meliputi anode slime dan emas granula. Simak ‘Emas Granula dan Anoda Slime Tidak Dipungut PPN, Ini Aturan Terbarunya’. (DDTCNews)

Pemberlakuan Revisi UU KUP

Pemberlakuan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) akan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan ekonomi setelah terjadinya pandemi Covid-19. Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama mengatakan masalah waktu pemberlakuan kebijakan juga akan dibahas pemerintah dan DPR.

“Kita lihat nanti apakah di 2022 atau 2023 ini [revisi UU KUP] akan diberlakukan atau nanti secara bertahap seperti apa. Tentunya pemerintah dan DPR akan memutuskan yang terbaik bagi negara kita,” ujarnya.

Baca Juga:
Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Hestu menegaskan kembali pemberlakuan kebijakan tidak akan langsung bersamaan dengan waktu disahkannya revisi UU KUP. Sejumlah aspek yang diusulkan masuk dalam revisi UU KUP merupakan bagian dari kerangka kebijakan jangka menengah. (DDTCNews)

Fasilitas Fiskal Industri EBT dan Pendukungnya

Pemerintah tengah menyiapkan fasilitas kepabeanan untuk mendukung produksi energi baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri. Penyusunan peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai fasilitas fiskal tersebut sedang dalam tahap harmonisasi.

Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Untung Basuki mengatakan pengembangan industri EBT beserta industri pendukungnya membutuhkan fasilitas fiskal agar mampu bersaing dengan energi konvensional.

Baca Juga:
Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

“Diharapkan dengan adanya fasilitas fiskal fiskal untuk pengembangan industri EBT maka industri tersebut dapat berkembang dan memenuhi kebutuhan sumber daya energi yang ramah lingkungan," katanya. (DDTCNews)

Penurunan Tarif BPHTB

Real Estat Indonesia (REI) menyebut 99% pemerintah daerah (pemda) belum menurunkan tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) seperti yang selama ini telah diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan pemda perlu menyesuaikan tarif BPHTB agar sektor industri properti dapat pulih lebih cepat dari tekanan pandemi Covid-19. Menurutnya, industri properti dan real estat termasuk sektor yang memiliki multiplier effect besar pada perekonomian daerah.

Baca Juga:
Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

"Pemda sampai sekarang 99% tidak mengikuti imbauan dari Bapak Presiden [Jokowi] untuk menurunkan BPHTB menjadi 2,5%," katanya. (DDTCNews)

Pelayanan Perpajakan

Dengan adanya keterbatasan interaksi secara langsung, DJP terus melakukan inovasi dari sisi pelayanan perpajakan. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pandemi Covid-19 memicu otoritas lebih cepat melakukan perubahan dan perbaikan administrasi perpajakan melalui pemanfaatan kemajuan teknologi informasi.

“Walaupun keterbatasan interaksi terjadi, perubahan cara layanan kami lakukan agar wajib pajak tidak terkendala melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan,” ujarnya. Simak ‘Ini Inovasi Pelayanan Pajak yang Dilakukan DJP, Anda Sudah Mencobanya?’. (DDTCNews)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

05 Agustus 2021 | 08:54 WIB

Semua Wajib Pajak (WP), baik itu WP pribadi atau WP badan yang melakukan suatu kegiatan usaha akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 berupa angsuran PPh tiap bulannya. Namun apa itu PPh Pasal 25? Simak penjelasan berikut ini ya : https://www.krishandsoftware.com/blog/823/pengertian-pph-pasal-25/

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 09:30 WIB KANWIL DJP SULSELBARTRA

Lapor SPT Tidak Lengkap dan Tilap Uang Pajak, Direktur PT Masuk Bui

Minggu, 28 April 2024 | 09:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Segera Mulai Uji Coba Pelaporan Keuangan Berbasis XBRL Tahap II

Sabtu, 27 April 2024 | 10:03 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System

Sabtu, 27 April 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Meski Lewat Tenggat Waktu, DJP Minta WP OP Tetap Lapor SPT Tahunan

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah