INSENTIF PAJAK

Dituding Banyak Kirim SP2DK, Ini Kata DJP

Muhamad Wildan | Senin, 16 November 2020 | 16:56 WIB
Dituding Banyak Kirim SP2DK, Ini Kata DJP

Kantor pusat Ditjen Pajak. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menekankan aktivitas pengawasan seperti melalui pengiriman surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) ataupun aktivitas pengawasan lainnya merupakan hal yang rutin dilakukan otoritas pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dengan semakin banyaknya data yang diperoleh DJP, maka akan ada tindak lanjut dari kantor pelayanan pajak (KPP) melalui SP2DK, konseling, dan kegiatan rutin lainnya.

Baca Juga:
Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

"Fungsi DJP kan harus tetap berjalan juga, sepanjang wajib pajak telah melaksanakan kewajiban pajaknya dengan benar, mestinya tidak perlu ada kekhawatiran," ujar Hestu, Jumat (13/11/2020).

Seperti diketahui sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengeluhkan banyaknya pengiriman SP2DK kepada wajib pajak ditengah kondisi ekonomi yang sedang tertekan akibat pandemi Covid-19.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Ajib Hamdani mengatakan pengiriman SP2DK di tengah pandemi Covid-19 tidak sejalan dengan tujuan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Baca Juga:
Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Ajib menceritakan banyak wajib pajak yang menerima SP2DK atas penghasilan pada tahun-tahun sebelum pandemi. Memang, DJP memiliki kewenangan untuk menerbitkan SP2DK sepanjang masih belum melampaui daluwarsa.

"Permasalahannya adalah sekarang jangankan mikir pajak, buat bertahan saja sudah bagus. PSBB tidak habis-habis seperti ini banyak usaha yang sudah di ambang batas kemampuan bertahannya," kata Ajib.

Ajib mengatakan dunia usaha baru akan mulai pulih pada pertengahan 2021 dan baru akan sepenuhnya kembali normal pada 2022. Untuk mendukung pemulihan dunia usaha, Ajib mengatakan pemerintah perlu memberikan kebijakan ekstra kepada dunia usaha.

Baca Juga:
DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

Perlu ada perlakuan khusus atas bagi dunia usaha baik berupa insentif pajak untuk kewajiban pajak tahun berjalan maupun untuk kewajiban pajak beberapa tahun sebelumnya.

"Ini diperlukan agar tidak ada lagi cerita pemerintah pusat bicara PEN sedangkan di lapangan fiskus mengejar wajib pajak untuk tahun-tahun sebelumnya," kata Ajib. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

20 November 2020 | 23:07 WIB

Dari jaman jebot..Pajak memang kurang disukai oleh sipapun.. Sering terjadi enggan u dipanggil ke Kantor pajak, artinya bhw perilaku Tax Payer sangat rasional. Disisi lain pembuat kebijakan perpajakan sll dikatakan miring ke atas.. Klo mau pemerintahan yang Kuat dan punya wibawa, mk pihak instansi penerimaan Negara harus kuat dan dipercaya. Sehingga pembayar pajak akan rela atau terpaksa rela menyetor uangnya u Negara. Namun klo Believe and Govt Trust sdh kurang maka ada kecenderungan bayar kewajiban kpd Negara akan melemah. Mungkin dari design kebijakan pembangunan (struktur APBN dll) atau kebijakan penerimaan yang dianggap belum mengena . Pajak itu harus silent operation..gak carmu ke publik..orang akan ngrogoh koceknya kok. Image perpajakn harus punya trade Mark yang BIJAK dan terpercaya,, bukan Tx Payer yang bijak saza kan.

20 November 2020 | 22:44 WIB

emang eunak.. ya gitu habis manis sepah dibuang.. mending klo jadi pupuk..klo jadi racun gmn?. Terlihat aturan demi aturan sll tambal sulam..mk bt Tax Reform yang lengkap gitu lah. Krn banyak aturan yang ambegue, tumpang tindih kurang "equaiity".. ngalor ngidul interpretasi Hukumnya. Ya selamat yang sdh ikutan TA .. aman sementara ..hhhh

20 November 2020 | 22:32 WIB

Pastikan data valid, ll buat aturan ketetapaan sementara pake mesin hitung yang canggih. Apabila dlm wt ttt tidak ada respons..suruh fiskus turun..kelokasi dst.. Tapi apakah SDM dan IT DJP mampu siasati persoalan ini dengan "adem ayem" agar tak dianggap brisik mlulu. Himbauan harusnya berupa kertas kerja pakai mesin di mixing, bukan terbalik minta confm ke WP. Pembenahan File WP (profilling) akurasi tinggi menjadi kunci dan penting. Data sak-abreg2 perlu diinput (stelah validasi) sehingga data gak kececer. Perlu perhatian khusus namanya manusia "nggendong lali" ada pembisik macam2 lho... gak ketangkep ikannya ... malah bikin report lagi. Gak usah takut klo menyangkut petinggi di Republik ini.. tapi jgn juga takut sama konglo2..

20 November 2020 | 22:16 WIB

ya diudak dulu baru kasih TA namun jgn rendah spt yll... kasih saja 5-10 % namun klo kedaluarsa gimana... TA nya yll radha grusa grusu..belum diudak sdh dikasi ampunan..eunak buanget kaum konglo .. UMKM saza harus bayar dari omset.. bayangkan sisi kepatutannya dimana ya..?

17 November 2020 | 11:21 WIB

tax amnesty ke dua harus di adakan kembali .karena gak semua warga Indonesia yang ikuti dan ngerti pajak. banyak rakyat Indonesia terutama di pelosok yg takut ikut tax amnesty pertama sehingga terlewati.

17 November 2020 | 04:50 WIB

Jangankan SP2DK tahun 2016 sd 2019, yg lebih berat dan sakit bagi Wajib Pajak adalah peserta Tax Amnesty yg terlewat pengungkapan hartanya yg tdk dibatasi oleh tahun daluwarsa.. tak ada kepastisn hukum kpn selesainya dan cenderung terdapat perlakuan tidak adil antar AR/KPP. Pokok dan Dendanya luar biasa, maks 200%. Pak Jokowi, saatnya buat Perppu utk membuat kepastian hukum dan keadilan dlm penerapan hukum Pengampunan Pajak ini. Karena sebagian besar peserta Tax Amnesty di awal-awal program tidak paham benar produk hukum UU TA yg Aturan pelaksanaan nya bertubi tubi diterbitkan dan sulit dipahami bahjsn oleh petugas pajak sendiri.

17 November 2020 | 04:42 WIB

a

16 November 2020 | 22:24 WIB

Betul juga oak.....

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 30 April 2024 | 17:44 WIB KERJA SAMA PERPAJAKAN

Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

Selasa, 30 April 2024 | 17:00 WIB PAJAK PENGHASILAN

Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Selasa, 30 April 2024 | 15:55 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

BERITA PILIHAN
Rabu, 01 Mei 2024 | 15:45 WIB DDTC - SMA 8 YOGYAKARTA

Peringati Hardiknas, SMAN 8 Yogyakarta Gelar Webinar Gratis!

Rabu, 01 Mei 2024 | 13:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (4)

Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

Rabu, 01 Mei 2024 | 12:00 WIB KOTA BANJARBARU

Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

Rabu, 01 Mei 2024 | 11:30 WIB PAJAK PENGHASILAN

Begini Cara Hitung Angsuran PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD

Rabu, 01 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Kriteria-Perbedaan Barang Kiriman Hasil Perdagangan dan Nonperdagangan

Rabu, 01 Mei 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 01 MEI 2024 - 07 MEI 2024

Berjalan Sebulan Lebih, Kurs Pajak Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS