KEBIJAKAN PAJAK

Peringatan DJP: Segera Lunasi Utang Pajak Sebelum 'Hard Collection'

Redaksi DDTCNews | Rabu, 26 Januari 2022 | 16:21 WIB
Peringatan DJP: Segera Lunasi Utang Pajak Sebelum 'Hard Collection'

Unit mobil yang disita KPP Madya Surakarta. (foto: Ditjen Pajak)

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali mengimbau para penunggak pajak, terutama perusahaan yang memiliki nilai utang di atas Rp100 juta, agar segera melunasi utangnya sebelum dilakukan hard collection atau penagihan secara aktif.

Kepala KPP Madya Surakarta, Guntur Wijaya Edi, mengingatkan bahwa tindakan hard collection oleh otoritas bisa berdampak negatif pada nama dan citra perusahaan sebagai wajib pajak.

KPP Madya Surakarta sendiri belum lama ini menyita 1 unit mobil milik suatu perusahaan di Karanganyar, Jawa Tengah. Mobil yang disita menjadi jaminan pelunasan piutang pajak yang belum dibayar oleh PT XYZ. Guntur menyampaikan wajib pajak tersebut diketahui memiliki tunggakan dengan nilai utang pajak Rp3,5 miliar.

Baca Juga:
DJP Prioritaskan Pemeriksaan terhadap SPT yang Lebih Bayar dan Rugi

"Tindakan penyitaan ini merupakan langkah awal yang baik untuk tindakan penagihan selanjutnya di tahun 2022," ujar Guntur dikutip dari siaran pers DJP, Rabu (26/1/2022).

Perlu dipahami, penyitaan aset penunggak pajak dilakukan sebagai bentuk jaminan untuk pelunasan utang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Sepanjang 2021 lalu, KPP Madya Surakarta telah melakukan lebih dari 20 sita aset milik wajib pajak. Langkah penagihan aktif atau hard collection ini dilakukan agar wajib pajak segera melunasi utang pajaknya.

Baca Juga:
Pemeriksaan Pajak Bakal Sederhana, Sengketa Lebih Banyak Soal Ini

Dalam mengamankan penerimaan negara, ujar Guntur, KPP Madya Surakarta lebih mengutamakan pendekatan persuasif agar wajib pajak memenuhi kewajibannya. Penyitaan merupakan langkah terakhir karena wajib pajak belum melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu yang ditentukan.

"Dengan langkah penegakan hukum ini diharapkan dapat memunculkan rasa keadilan pada masyarakat serta meningkatkan kepatuhan perpajakan wajib pajak," pungkasnya.

Sebagai informasi tambahan, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya. Pengertian lebih lengkapnya diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).

Baca Juga:
Soal Pemeriksaan dan Sengketa, Dirjen Pajak Inginkan Ini ke Depan

Penagihan pajak terdiri dari beberapa tindakan, baik pasif atau aktif. Untuk penagihan pasif, otoritas menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, otoritas pajak hanya memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak.

Kemudian ada pula surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran biasanya disampaikan secara langsung oleh juru sita meskipun menurut ketentuan dapat dikirim melalui Pos atau jasa ekspedisi.

Setelah mendapat surat teguran, proses penagihan pajak berlanjut dengan diterbitkan surat paksa dan penagihan aktif. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pasal 12 PMK No. 24//PMK.03/2008 mengatur apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak tanggal disampaikan surat teguran, surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak.

Setelah menerima surat paksa, dalam waktu 30 hari kemudian harta penanggung pajak dapat disita dan dilelang. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Audina Pramesti 26 Januari 2022 | 23:11 WIB

Pajak merupakan suatu kontribusi yang bersifat dapat dipaksakan. Dalam hal ini, penagihan pajak dengan surat paksa merupakan salah satu instrumen untuk mengakomodasi sifat "dapat dipaksakan" tersebut

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 07 Mei 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Prioritaskan Pemeriksaan terhadap SPT yang Lebih Bayar dan Rugi

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tax Ratio 2025 Ditargetkan Tembus 11,2-12 Persen, Ada Extra Effort?

Selasa, 07 Mei 2024 | 08:58 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemeriksaan Pajak Bakal Sederhana, Sengketa Lebih Banyak Soal Ini

BERITA PILIHAN
Selasa, 07 Mei 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Kerja di Luar Negeri Kurang Setahun, Bebas Bea Masuk Barang Pindahan?

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Defisit APBN 2025 Dipatok 2,45-2,8 Persen, Perlu Disiplin Fiskal

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Prioritaskan Pemeriksaan terhadap SPT yang Lebih Bayar dan Rugi

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Konsumsi Masih Kuat, Proyeksi BI soal Ekonomi 2024 Tidak Berubah

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS KEPABEANAN

Jenis Barang Impor yang Bisa Mendapatkan Fasilitas Rush Handling

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:43 WIB PERMENKOP UKM 8/2023

Ini Batas Tertinggi Bunga Simpanan dan Pinjaman Koperasi Simpan Pinjam

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tax Ratio 2025 Ditargetkan Tembus 11,2-12 Persen, Ada Extra Effort?