KEBIJAKAN PAJAK

Akademisi Sebut Pajak Lingkungan di Indonesia Tak Sesuai Konsep OECD

Redaksi DDTCNews | Jumat, 30 April 2021 | 15:30 WIB
Akademisi Sebut Pajak Lingkungan di Indonesia Tak Sesuai Konsep OECD

Dosen Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Dahliana Hasan dalam acara Afternoon Tax Talk

JAKARTA, DDTCNews – Indonesia dinilai sudah menerapkan pajak lingkungan dalam kebijakan fiskal seperti halnya negara-negara maju di kawasan Eropa. Hanya saja, tujuan dari kebijakan pajak lingkungan tersebut bertolak belakang.

Dosen Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Dahliana Hasan mengatakan konsep pajak lingkungan yang dirumuskan Eurostat dan OECD merupakan instrumen fiskal untuk mengubah perilaku masyarakat, bukan meningkatkan penerimaan.

"Konsep pajak lingkungan dari Eurostat dan OECD itu motivasinya perubahan perilaku masyarakat dan motivasi fiskal dalam bentuk penerimaan itu justru tidak diharapkan," katanya dalam acara Afternoon Tax Talk, dikutip pada Jumat (30/4/2021).

Baca Juga:
Inflasi Bikin Beban PPh Pegawai di Negara-Negara OECD Meningkat

Konsep pajak lingkungan OECD, lanjut Dahliana, terbagi dalam beberapa klaster yaitu klaster pajak terkait dengan energi, kendaraan bermotor, sampah dan klaster lainnya. Menurutnya, Indonesia sudah mengadopsi hal tersebut dalam UU pajak daerah dan retribusi daerah.

Setidaknya terdapat 9 jenis pungutan yang menjadi hak daerah yang sejalan dengan konsep pajak lingkungan OECD. Lima jenis pajak di antaranya menjadi kewenangan pemerintah provinsi yaitu pajak kendaraan, BBNKB, pajak bahan bakar, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

Sementara itu, pajak lingkungan yang menjadi hak pemerintah kabupaten/kota antara lain pajak penerangan jalan dan pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak air tanah dan pajak sarang burung walet.

Baca Juga:
DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

Meski begitu, pajak lingkungan di Indonesia tersebut tidaklah berorientasi pada perubahan perilaku masyarakat. Seluruh 9 jenis pajak daerah yang sejalan dengan klaster pajak lingkungan OECD hanya menjadi instrumen fiskal untuk menambah penerimaan pajak daerah.

"Kalau mengacu kepada klasterisasi yang diadopsi OECD maka sembilan jenis pajak itu gagal dalam mengubah perilaku karena tujuannya lebih kepada penerimaan sehingga tidak memicu perubahan perilaku dari masyarakat," tuturnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

30 April 2021 | 22:33 WIB

Mengubah perilaku masyarakat dan bukan meningkatkan penerimaan menjadi sebuah tantangan. Walaupun regulasi di Indonesia telah menerapkan beberapa klaster, nyatanya implementasi dan tujuan belum tercapai. Perlu ada pembaharuan dan evaluasi terhadap UU untuk kemudian dicari jalan keluar terbaru.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 30 April 2024 | 17:00 WIB PAJAK PENGHASILAN

Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Selasa, 30 April 2024 | 15:55 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

BERITA PILIHAN
Kamis, 02 Mei 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:45 WIB DDTC - SMA 8 YOGYAKARTA

Peringati Hardiknas, SMAN 8 Yogyakarta Gelar Webinar Gratis!

Rabu, 01 Mei 2024 | 13:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (4)

Memahami Pengurang Penghasilan dalam PPh Pasal 21

Rabu, 01 Mei 2024 | 12:00 WIB KOTA BANJARBARU

Pemkot Patok Tarif 40% Pajak Jasa Hiburan Karaoke dan Spa

Rabu, 01 Mei 2024 | 11:30 WIB PAJAK PENGHASILAN

Begini Cara Hitung Angsuran PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD