BERITA PAJAK HARI INI

Ketentuan Baru Fasilitas Pajak Penghasilan KEK Diatur di PMK

Redaksi DDTCNews | Selasa, 10 Maret 2020 | 08:05 WIB
Ketentuan Baru Fasilitas Pajak Penghasilan KEK Diatur di PMK

Ilustrasi gedung Kemenkeu. 

JAKARTA, DDTCNews – Terbitnya beleid baru, yaitu Peraturan Pemerintah No.12/2020, yang mengatur tentang fasilitas dan kemudahan di kawasan ekonomi khusus (KEK) menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Selasa (10/3/2020).

Salah satu yang menjadi sorotan adalah tidak detailnya pengaturan fasilitas pajak penghasilan (PPh) dalam beleid tersebut. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam beleid terdahulu, yaitu mencabut Peraturan Pemerintah No.96/2015 tersebut.

Dalam beleid baru tersebut dinyatakan badan usaha dan/atau pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama dapat memperoleh pengurangan PPh badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan utama yang dilakukan.

Baca Juga:
Partai Petahana Ini Kaji Insentif Pajak atas Laba yang Direpatriasi

“Ketentuan mengenai besaran, jangka waktu, pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban wajib pajak terkait pengurangan PPh badan … diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan,” demikian bunyi pasal 7 ayat (2).

Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti masalah pengawasan wajib pajak di sektor UMKM. Dalam Surat Edaran Ditjen Pajak No.7/PJ/2020, ada ketentuan pengawasan mengenai wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Jokowi Siapkan Insentif untuk Mobil Hybrid, Seperti Apa?
  • Masih Didiskusikan

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan mengatakan hingga saat ini aturan turunan dari Peraturan Pemerintah No.12/2020 masih terus dibahas. Namun, dia belum dapat memastikan skema spesifik dari fasilitas PPh yang baru.

Dalam beleid terdahulu, ada tiga skema pemberian fasilitas PPh. Pertama, investasi lebih dari Rp1 triliun dapat pengurangan PPh 20%-100% selama 10-25 tahun. Kedua, investasi lebih dari Rp500 miliar –Rp 1 triliun dapat pengurangan PPh 20%-100% selama 5—15 tahun. Ketiga, investasi kurang dari Rp500 miliar di lokasi pada KEK yang ditentukan Dewan Nasional dapat pengurangan PPh selama 5—15 tahun.

“Masih kita diskusikan,” katanya. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Pembeli Barang Sangat Mewah Bisa Kena PPh Pasal 22, Begini Aturannya
  • Omnibus Law

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan mengatakan fasilitas perpajakan dalam PP No.12/2020 memang secara sengaja tidak didetailkan. Penentuan seberapa besar tarif yang dinikmati oleh pelaku usaha KEK akan sejalan dengan omnibus law ketentuan dan fasilitas perpajakan.

“PP No.12/2020 akan diselaraskan dengan omnibus law dan didetailkan dengan PMK [peraturan menteri keuangan],” ujarnya. (DDTCNews)

  • Sesuai Usulan Awal

Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto mengatakan usulan yang diajukan oleh Kemenko Perekonomian masih sama seperti yang diwacanakan. Simak artikel ‘Ketentuan Tax Holiday di Kawasan Ekonomi Khusus Bakal Direvisi’. Namun, keputusan final tetap ada pada Kemenkeu.

Baca Juga:
Sri Mulyani Atur Ulang Pemberian Premi di Bidang Bea dan Cukai

“Jika insentif di luar KEK berubah maka insentif di KEK juga bisa cepat diubah,” katanya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Pengawasan Berbasis Kewilayahan

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan kelengkapan data dan profil ekonomi dari wajib pajak orang pribadi, terutama sektor UMKM selama ini memang menjadi kendala bagi DJP. Dia berharap dengan perubahan tugas dan fungsi KPP Pratama, otoritas bisa mengoptimalkan pengawasan.

“Dengan skema yang selama ini masih belum berbasis kewilayahan memang optimalisasi untuk PPh OP dan UMKM memang belum terawasi dengan baik,” paparnya. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Cara Ajukan SKB PPh Pasal 22 untuk Hunian Mewah di KEK Pariwisata
  • Pelebaran Defisit Anggaran

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan negara mengalami tekanan. Selain karena efek virus Corona, turunnya harga komoditas juga berpengaruh. Otoritas sudah bersiap melebarkan defisit anggaran.

“Saat ini, kami mengindikasikan defisit itu ada dalam kisaran antara 2,2% hingga 2,5% [terhadap PDB],” kata Sri Mulyani. (Kontan)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

10 Maret 2020 | 13:50 WIB

Kalo kayak gini, bisa jadi gak ada kepastian hukum terkait fasilitas perpajakan bagi para pelaku usaha di KEK gak ya?

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Minggu, 05 Mei 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Terima SHU Koperasi, Kena Pajak Penghasilan?

Minggu, 05 Mei 2024 | 12:43 WIB KETUA WELLNESS HEALTHCARE ENTREPRENEUR ASSOCIATION, AGNES LOURDA:

‘Pajak Lebih Tinggi, Pemerintah Tak Menyadari Malah Menekan Industri’

Minggu, 05 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Perinci Aturan Pajak Daerah, Kabupaten/Kota Diimbau Siapkan 4 Perkada

Minggu, 05 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perubahan Skema Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai

Minggu, 05 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Alasan Kebijakan Baru soal Impor Barang Kiriman PMI Berlaku Surut