UNTIRTA - DDTC

Indonesia Masih Membutuhkan Lebih Banyak Ahli Pajak, Ini Alasannya

Muhamad Wildan | Selasa, 11 Oktober 2022 | 16:07 WIB
Indonesia Masih Membutuhkan Lebih Banyak Ahli Pajak, Ini Alasannya

Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan kuliah umum perpajakan bertajuk Peluang Pekerjaan di Bidang Perpajakan yang digelar oleh Tax Center Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Selasa (11/10/2022). 

SERANG, DDTCNews - Peluang bagi para sarjana untuk berprofesi di bidang perpajakan masih terbuka lebar. Pasalnya, saat ini jumlah ahli pajak di Indonesia yang bekerja sebagai praktisi, akademisi, konsultan, pengamat, hingga peneliti masih tergolong minim.

Partner of Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji berpandangan jumlah pakar perpajakan yang berprofesi pada bidang-bidang tersebut perlu ditambah guna memenuhi permintaan yang ada.

"Jumlah konsultan pajak di Indonesia per 2020 cuma 5.589 konsultan. Rasionya dibandingkan dengan jumlah penduduk adalah 1 banding 48.417. Jadi 1 konsultan harus melayani 48.417 penduduk," ujar Bawono dalam kuliah umum perpajakan bertajuk Peluang Pekerjaan di Bidang Perpajakan yang digelar oleh Tax Center Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Selasa (11/10/2022).

Dari sisi permintaan, jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar tercatat masih sebanyak 45,4 juta wajib pajak atau 32,4% dari total angkatan kerja. Adapun jumlah wajib pajak badan yang melaporkan SPT kurang lebih hanya sebanyak 900.000 wajib pajak badan.

Angka ini menunjukkan jumlah permintaan oleh wajib pajak terhadap pelayanan pajak yang optimal masih sangat besar. Artinya, peluang kerja bagi para sarjana yang ingin berkecimpung di bidang perpajakan sesungguhnya sangatlah besar.

Tak hanya konsultan, Indonesia juga masih kekurangan akademisi yang mengambil peran sebagai pemikir di bidang perpajakan. Bawono mengatakan kehadiran para akademisi di bidang perpajakan amat diperlukan guna menciptakan diskursus kebijakan pajak yang lebih baik.

"Kita kekurangan pemikir-pemikir di bidang pajak. Kebijakan yang didesain itu harus melalui partisipasi publik sehingga ada ruang untuk diskusi atau melakukan riset atau merumuskan secara lebih berimbang," ujar Bawono.

Selain akademisi, jumlah peneliti yang melakukan riset di bidang perpajakan di Indonesia masih cenderung kurang. Padahal riset amat dibutuhkan untuk menciptakan desain sistem perpajakan yang kuat.

Perlu diingat, perpajakan bukanlah topik yang hanya bisa dikaji oleh segelintir disiplin ilmu tertentu seperti akuntansi dan ekonomi. Bawono mengatakan pajak perlu dikaji dari disiplin ilmu lainnya seperti hukum, sejarah, manajemen, filsafat, dan bidang-bidang lainnya. Baca juga, Model Bisnis Berkembang, Peluang Karier Sektor Pajak Makin Beragam.

"Pajak tidak bisa didekati oleh 1 disiplin ilmu saja. Artinya, seluruh pihak dengan latar belakang ilmu harus berkolaborasi. Pendekatan multidisiplin ilmu juga sudah banyak diimplementasikan di berbagai kampus ternama dunia.," ujar Bawono.

Dalam kuliah umum yang sama, Ketua Career Development Center and Counseling (CDCC) Untirta Wahyu Susihono mengatakan terdapat beberapa keahlian-keahlian yang diperlukan oleh para pekerja di tengah perkembangan teknologi informasi automasi.

Wahyu mengatakan kehadiran automasi memang tidak akan menghilangkan peran manusia dalam proses kerja. Namun, keahlian-keahlian khusus tetap diperlukan agar tantangan yang timbul dari kehadiran automasi bisa direspons. "Robot tidak memiliki kreativitas dan fleksibilitas. Robot tidak bisa beradaptasi terhadap perubahan," ujar Wahyu.

Guna merespons tantangan dari automasi, Wahyu mengatakan pekerja harus adaptif terhadap perubahan-perubahan cara kerja dengan terus mengembangkan keahlian sesuai dengan kebutuhan kerja yang diperlukan pada masa yang akan datang. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Dr. Bambang Prasetia 12 Oktober 2022 | 23:32 WIB

perlu ada pembatasan Konslutan dlm hal kualitas dan zona operasiona ttt.. Perlu diadakan bimbingan belajar bg konsultan ..u update knowhow .. Ada kuajiban sampaikan daftar WP yg di bidani.. maaf bukan didukunin lho. Perlu dibentuk Lembaga Pengawas Konsultan paerpajakan. Perwakilan PP didaerah memang membantu WP /Konsultan dlm hal persoalan perselisihan perpajakakan ..Penting bgmn big data WP sbg informasi perpajakan dari bbp lembaga dan institusi dpt dioptimalkan , bisa diunngah oleh fiskus ttt/hakim. ... Data kayaknya sih blum terolah dgn baik di mesin IT DJP... shg masih dimungkinkan ada selisih dlm e filling WP . mungkin bisa terjadi salah input atau bisa dikatakan distorsi di hulu atau dihilir sehingga dlm verifikasi terjadi sengketa. System Target peneriman memang harus dilkk namun akan kurang optimal dlm hal melacak scr cross section diwilayah ttt. (KPP). Kurang incentive bagi peneliti perpajakan ..krn para knower sering terhambat krn keterbukaan informasi DJP

Dr. Bambang Prasetia 12 Oktober 2022 | 23:32 WIB

perlu ada pembatasan Konslutan dlm hal kualitas dan zona operasiona ttt.. Perlu diadakan bimbingan belajar bg konsultan ..u update knowhow .. Ada kuajiban sampaikan daftar WP yg di bidani.. maaf bukan didukunin lho. Perlu dibentuk Lembaga Pengawas Konsultan paerpajakan. Perwakilan PP didaerah memang membantu WP /Konsultan dlm hal persoalan perselisihan perpajakakan ..Penting bgmn big data WP sbg informasi perpajakan dari bbp lembaga dan institusi dpt dioptimalkan , bisa diunngah oleh fiskus ttt/hakim. ... Data kayaknya sih blum terolah dgn baik di mesin IT DJP... shg masih dimungkinkan ada selisih dlm e filling WP . mungkin bisa terjadi salah input atau bisa dikatakan distorsi di hulu atau dihilir sehingga dlm verifikasi terjadi sengketa. System Target peneriman memang harus dilkk namun akan kurang optimal dlm hal melacak scr cross section diwilayah ttt. (KPP). Kurang incentive bagi peneliti perpajakan ..krn para knower sering terhambat krn keterbukaan informasi DJP

11 Oktober 2022 | 17:18 WIB

Teknologi memang tidak dapat menggantikan peran edukasi dalam bidang perpajakan di Indonesia.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 13 Mei 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Gandeng Tax Center UKDW, DJP Edukasi Masyarakat soal TER PPh Pasal 21

Senin, 06 Mei 2024 | 12:00 WIB IZIN PRAKTIK KONSULTAN PAJAK

Catat! Hal-Hal Ini Bisa Membuat Izin Pratik Konsultan Pajak Dicabut

Kamis, 25 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Kanwil DJP Jakarta Selatan II Resmikan Tax Center STIH IBLAM

BERITA PILIHAN
Sabtu, 18 Mei 2024 | 15:00 WIB IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

WP Penerima Tax Holiday IKN Juga Berhak Dapat Pembebasan PPh Potput

Sabtu, 18 Mei 2024 | 14:45 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Barang dari Luar Negeri Sampainya Lama, Pasti Kena Red Line Bea Cukai?

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:30 WIB PER-6/PJ/2011

Berapa Batas Nilai Zakat yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak?

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Membuat NIK dan NPWP Tak Bisa Dipadankan

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pungut PPN Atas Penyerahan Hasil Tembakau? Pakai Dokumen CK-1

Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:00 WIB BPJS KESEHATAN

Pemerintah Pastikan Belum akan Ubah Besaran Iuran BPJS Kesehatan

Sabtu, 18 Mei 2024 | 09:35 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak