PAJAK DIGITAL

Bahas Pajak Digital, OECD: Partisipasi Negara Berkembang Masih Minim

Muhamad Wildan | Selasa, 24 November 2020 | 18:51 WIB
Bahas Pajak Digital, OECD: Partisipasi Negara Berkembang Masih Minim

Senior Advisor OECD Melinda Brown dalam webinar, Selasa (24/11/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – OECD menilai minimnya kapasitas negara-negara berkembang dalam pembahasan perubahan fundamental yang diusung pada Pillar 1: Unified Approach membuat skema perpajakan yang akan dibangun menjadi tidak mudah.

Senior Advisor OECD Melinda Brown mengatakan negara-negara berkembang sebenarnya mendukung proposal pajak digital OECD tersebut. Meski begitu, partisipasi dari negara-negara berkembang terhadap proposal OECD cenderung terbatas.

"Kami sebenarnya tidak mengenal konsep veto, tetapi memang kesetaraaan tersebut masih sulit dicapai karena setiap negara memiliki kapasitas dan kepentingan yang berbeda-beda," katanya dalam webinar, Selasa (24/11/2020).

Baca Juga:
DJP Prioritaskan Pemeriksaan terhadap SPT yang Lebih Bayar dan Rugi

Minimnya kapabilitas teknis dalam pembahasan proposal Pillar 1 dan proposal lainnya pada Inclusive Framework, lanjut Brown, membuat negara berkembang kesulitan dalam mengikuti pembahasan teknis perpajakan dari proposal yang diusung dan hendak disepakati.

Hal ini pun tercermin pada masukan berbagai negara berkembang atas proposal Pillar 1. Brown mengatakan banyak negara berkembang anggota Inclusive Framework yang mengusulkan simplifikasi skema dan administrasi pada proposal Pillar 1.

Dia tidak memungkiri skema perpajakan yang diusung pada Pillar 1 terbilang kompleks. Meski demikian, kompleksitas tersebut mencerminkan betapa majunya progres penyusunan proposal Pillar 1 dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Baca Juga:
Konsumsi Masih Kuat, Proyeksi BI soal Ekonomi 2024 Tidak Berubah

"Simplifikasi itu masuk akan tetapi hal tersebut bisa jadi menimbulkan dampak negatif. Proposal yang terlalu sederhana bisa jadi melahirkan sistem perpajakan yang tidak akurat dalam memungut pajak dari penghasilan dan bahkan tidak adil," ujar Brown.

Untuk diketahui, proposal Pillar 1 merupakan proposal yang diusung oleh OECD dan negara-negara Inclusive Framework guna merespons tantangan ekonomi digital.

Dengan proposal itu, negara pasar yang selama ini tidak bisa memajaki perusahaan digital karena tidak adanya kehadiran fisik (physical presence) bakal dapat memajaki residual profit dari perusahaan digital tersebut sepanjang memenuhi threshold tertentu.

Baca Juga:
Ada Aturan Baru, Mendag Klaim Impor Barang Bawaan Penumpang Lancar

Berdasarkan blueprint proposal Pillar 1, jenis usaha yang tercakup pada Pillar 1 antara lain usaha yang dikategorikan sebagai usaha layanan digital otomatis (automated digital services/ADS) dan kegiatan usaha yang berorientasi konsumen (consumer-facing business/CFB).

Hanya perusahaan digital dengan nominal laba global tertentu saja yang akan dikenai pajak sejalan dengan skema proposal Pillar 1. Meski demikian, hingga saat ini threshold tersebut masih belum disepakati oleh negara-negara anggota Inclusive Framework. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

24 November 2020 | 23:11 WIB

Wajar saja jika partisipasi negara berkembang cenderung lebih sedikit mengingat kapasitas industrinya belum semapan di negara-negara anggota OECD yg mana sebagian besar sudah tergolong sebagai negara industri, OECD sendiri tidak sepatutnya 'memaksa' kehendaknya kepada negara-negara diluar anggotanya.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 07 Mei 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Prioritaskan Pemeriksaan terhadap SPT yang Lebih Bayar dan Rugi

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Konsumsi Masih Kuat, Proyeksi BI soal Ekonomi 2024 Tidak Berubah

Selasa, 07 Mei 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Aturan Baru, Mendag Klaim Impor Barang Bawaan Penumpang Lancar

BERITA PILIHAN
Selasa, 07 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Defisit APBN 2025 Dipatok 2,45-2,8 Persen, Perlu Disiplin Fiskal

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Prioritaskan Pemeriksaan terhadap SPT yang Lebih Bayar dan Rugi

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Konsumsi Masih Kuat, Proyeksi BI soal Ekonomi 2024 Tidak Berubah

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS KEPABEANAN

Jenis Barang Impor yang Bisa Mendapatkan Fasilitas Rush Handling

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:43 WIB PERMENKOP UKM 8/2023

Ini Batas Tertinggi Bunga Simpanan dan Pinjaman Koperasi Simpan Pinjam

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tax Ratio 2025 Ditargetkan Tembus 11,2-12 Persen, Ada Extra Effort?

Selasa, 07 Mei 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Aturan Baru, Mendag Klaim Impor Barang Bawaan Penumpang Lancar

Selasa, 07 Mei 2024 | 08:58 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemeriksaan Pajak Bakal Sederhana, Sengketa Lebih Banyak Soal Ini

Selasa, 07 Mei 2024 | 08:36 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Hingga 30 April 2024, Ini Jumlah Wajib Pajak yang Lapor SPT Tahunan