KEBIJAKAN PAJAK

Mendesak Dilakukan, Reformasi Pajak Kunci Atasi Masalah Fundamental

Muhamad Wildan | Rabu, 29 September 2021 | 12:35 WIB
Mendesak Dilakukan, Reformasi Pajak Kunci Atasi Masalah Fundamental

Managing Partner DDTC Darussalam dalam Konferensi Nasional yang digelar FBE UII.

JAKARTA, DDTCNews - Reformasi pajak merupakan agenda mendesak pada saat ini. Pasalnya, reformasi pajak diyakini menjadi kunci dalam mewujudkan penerimaan pajak yang optimal pada masa pascakrisis akibat pandemi.

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan penerimaan pajak cenderung pulih lebih lambat bila dibandingkan dengan perekonomiannya. Bila tidak ada reformasi ketentuan perpajakan, maka pemulihan penerimaan pajak bakal berlangsung lebih lambat saat ekonomi sudah berangsur pulih.

“Sekarang adalah saat yang tepat untuk membahas [kebijakan pajak]. Jadi, gap pemulihan pajak dan ekonomi tidak terlalu jauh,” ujar Darussalam dalam National Conference on Accounting and Finance (NCAF) ke-5, Rabu (29/9/2021).

Baca Juga:
Peraturan Perpajakan DDTC Kini Bisa Diakses Tanpa Perlu Daftar Akun

Dalam acara yang diselenggarakan Prodi Magister Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut, Darussalam menyebut setidaknya ada 3 permasalahan fundamental pada penerimaan pajak Indonesia.

Ketiga permasalahan fundamental yang dimaksud adalah kinerja tax ratio yang rendah, performa tax buoyancy yang secara rata-rata tidak menyentuh angka 1, dan realisasi penerimaan pajak yang tidak pernah mencapai target.

Berdasarkan pada survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tax ratio Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara OECD dan Asia Pasifik. Capaian Indonesia hanya lebih unggul bila dibandingkan dengan Bhutan dan Laos.

Baca Juga:
Jual Kembali Emas Perhiasan Tanpa Faktur Pajak, Berapa Tarif PPN-nya?

Selanjutnya, tax buoyancy Indonesia secara rata-rata hanya sebesar 0,83. Artinya, pertumbuhan penerimaan pajak masih belum mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi.

Darussalam mengatakan kondisi tersebut tidak terlepas dari banyaknya policy gap dalam sistem perpajakan Indonesia pada saat ini. Contohnya, kurangnya setoran pajak dari sektor pertanian akibat banyaknya pengecualian dari sektor tersebut.

Sektor pertanian tercatat berkontribusi 13,6% terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun, kontribusi sektor ini terhadap penerimaan pajak hanya 1,7%. Berbanding terbalik, sektor manufaktur yang berkontribusi sebesar 20,4% terhadap PDB mampu menyumbang 34% penerimaan pajak.

Baca Juga:
Panduan Pajak Komisaris Perusahaan Berdasarkan Ketentuan Terbaru

“Apakah akan seperti ini terus kebijakan perpajakan kita?" imbuh Darussalam.

Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, realisasi penerimaan pajak belum pernah mencapai target yang ditetapkan. Darussalam mengatakan Indonesia sesungguhnya mampu mencapai target-target tersebut mengingat potensi pajak yang belum tergali masih cukup besar.

“Masih ada 58% potensi PPh orang pribadi belum kita dapatkan. Untuk PPN angkanya 49%, sedangkan PPh badan adalah 38%. Terlepas masalah estimasi penerimaan, faktanya masih banyak potensi pajak yang belum tergali,” ujar Darussalam.

Baca Juga:
Komisi XI DPR Minta Pemerintah Bikin Roadmap soal Target Tax Ratio

Dengan permasalahan-permasalahan tersebut dan kewajiban untuk mengembalikan defisit anggaran ke 3% dari PDB pada 2023, reformasi perpajakan melalui RUU KUP sangat diperlukan.

Kebijakan perpajakan perlu diperbaiki agar selaras dengan teori dan international best practice. Kebijakan yang sukses diterapkan di berbagai negara perlu diadopsi Indonesia guna menciptakan penerimaan pajak yang lebih baik.

Melalui reformasi perpajakan dari sisi administrasi dan kebijakan, International Monetary Fund (IMF) mengestimasi tambahan tax ratio yang bisa diperoleh Indonesia dari berbagai upaya tersebut bisa mencapai 5%.

Bila reformasi dari sisi administrasi dan dari sisi kebijakan melalui RUU KUP dilakukan, tax ratio Indonesia berpotensi mencapai kurang lebih 14%. Tax ratio tersebut sudah lebih mendekati standar IMF, yakni minimal 15% untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

29 September 2021 | 21:41 WIB

Sistem perpajakan di Indonesia mempunyai 2 pilar utama, yaitu tax policy dan tax administration. Melakukan reformasi kebijakan perpajakan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini tentunya harus diiringi dengan pelaksanaan administrasi perpajakan yang baik

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Senin, 17 Juni 2024 | 07:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Penyerahan Hewan Kurban Tidak Dikenai PPN, Begini Ketentuannya

Minggu, 16 Juni 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Siapkan Fasilitas Kepabeanan untuk Pameran IndoBuildTech 2024

Minggu, 16 Juni 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pemda Didorong Pangkas Biaya Administrasi dan Kepatuhan Pajak Daerah

Minggu, 16 Juni 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Automatic Blocking System Bakal Diperluas ke Banyak Instansi

Minggu, 16 Juni 2024 | 14:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Dua Opsi KLU dalam Pendaftaran NPWP untuk Keperluan Melamar Pekerjaan

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Siap-Siap! Coretax Diklaim Jadi Aplikasi Pembayaran Pajak Terlengkap

Minggu, 16 Juni 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Pemberi Kerja yang Tidak Wajib Potong PPh Pasal 21 atau 26

Minggu, 16 Juni 2024 | 10:00 WIB PROVINSI BENGKULU

Punya Tunggakan Pajak Kendaraan? Gubernur Sarankan WP Ikut Pemutihan