DEBAT RESPONS COVID-19

Stimulus untuk Covid-19 Kurang? Tulis Komentar Anda & Raih Rp1,5 juta

Redaksi DDTCNews | Senin, 27 April 2020 | 11:06 WIB
Stimulus untuk Covid-19 Kurang? Tulis Komentar Anda & Raih Rp1,5 juta

PANDEMI Covid-19 memberikan ancaman yang serius bagi ekonomi global. Dalam publikasi World Economic Outlook April ini, IMF menyebut dunia di ambang krisis ekonomi terhebat setelah Depresi Besar pada 1930-an. Episode The Great Lockdown ini diproyeksi memangkas pertumbuhan ekonomi global 2020 hingga menjadi minus 3%.

Hampir seluruh negara kemudian mengambil respons cepat untuk menanggulangi ancaman krisis tersebut. Paket stimulus yang mencakup area fiskal, moneter, jaminan sosial, dan kesehatan diguyur.

Respons tersebut juga diambil pemerintah Indonesia. Dalam pidatonya di Istana Bogor akhir Maret lalu, Presiden Joko Widodo menyatakan komitmen stimulus sebesar Rp405,1 triliun untuk menanggulangi dampak covid-19. Jumlah ini setara dengan 2,5% PDB Indonesia pada 2019 senilai Rp15.833,9 triliun.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Paket tersebut ditujukan untuk empat sektor. Pertama, sektor kesehatan dengan nilai Rp75 triliun. Dana stimulus akan dipergunakan untuk keperluan subsidi iuran BPJS, insentif tenaga medis pusat dan daerah selama 6 bulan, serta belanja penanganan kesehatan.

Kedua, jaring pengaman sosial (social safety net) senilai Rp110 triliun. Dana ini akan dipergunakan untuk berbagai program. Adapun program tersebut antara lain penambahan penyaluran PKH bagi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), tambahan Kartu Pra Kerja, pembebasan tarif listrik untuk 24 juta pelanggan 450VA dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900VA, hingga cadangan pemenuhan kebutuhan pokok.

Ketiga, dukungan industri sebesar Rp70,1 triliun. Dukungan tersebut berupa pajak dan bea masuk ditanggung pemerintah serta stimulus kredit usaha rakyat (KUR). Terakhir, program pemulihan ekonomi sebesar Rp150 triliun berupa pembiayaan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional termasuk untuk ultra mikro.

Baca Juga:
Uni Emirat Arab Godok Insentif Pajak untuk Kegiatan Litbang

Sebagai catatan, itu juga belum termasuk stimulus fiskal, kebijakan di sektor keuangan, serta stimulus belanja yang digelontorkan pada paket stimulus I dan II beserta perluasannya yang nilainya lebih dari Rp30 triliun.

Akan tetapi, beberapa kalangan menyatakan bahwa besaran stimulus Indonesia belum cukup mujarab. Pendapat itu cukup beralasan. Negara lain, seperti Australia, Singapura, dan Malaysia memberikan paket stimulus hingga 10% dari PDB.

Sebagai informasi, mengutip paparan Kementerian Keuangan pada Rapat Kerja Komisi XI-DPR RI (7/4/2020), nilai paket stimulus antarnegara cukup bervariasi. Pemerintah Amerika Serikat memberikan stimulus hingga 10,5% PDB.

Baca Juga:
Mulai 2025! Biaya Olahraga di Negara Ini Bisa Jadi Pengurang Pajak

Arab Saudi menggelontorkan stimulus 2,7% PDB, sedangkan Korea Selatan hanya sebesar 0,8%. Lebih lanjut lagi, merujuk pada data Statista.com per 20 April, rata-rata stimulus di negara G20 berada pada angka 4,9%.

DDTC Fiscal Research juga telah menyebutkan bahwa durasi dan kedalaman dampak akan menentukan langkah pemerintah untuk menentukan nilai dan jenis stimulus. Artinya, ada kemungkinan nilai dan jenis stimulus yang ada saat ini belum final.

Pemerintah sendiri telah menanggapi usulan penambahan stimulus. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan besaran paket stimulus antarnegara tidak bisa diperbandingkan secara langsung.

Baca Juga:
Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Selain itu, pemerintah tetap mengedepankan kehati-hatian dan good governance bahkan dalam konteks krisis yang notabene membutuhkan langkah cepat. “Pemerintah tetap menekankan tata kelola yang baik pada penanganan dampak covid-19,” ujarnya, Kamis (23/4/2020).

Selain risiko utang karena defisit anggaran yang melebar, langkah yang diambil pemerintah pada jangka pendek sejatinya akan berpengaruh bagi postur fiskal jangka menengah-panjang. Krisis keuangan global 2008 telah menunjukkan sulitnya proses recovery dan konsolidasi fiskal yang tidak instan.

Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah pemerintah perlu menaikkan paket stimulus atau tidak? Tulis komentar Anda di sini dan raih hadiahnya berupa uang tunai senilai Rp1,5 juta.


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Perlu Tambah Stimulus atau Tidak Perlu Tambah Stimulus lalu tuliskan komentar Anda
Perlu Tambah Stimulus
Tidak Perlu Tambah Stimulus
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Perlu Tambah Stimulus
25
75.76%
Tidak Perlu Tambah Stimulus
8
24.24%

18 Mei 2020 | 12:25 WIB
Fokus stimulus perlu diubah, diberikan kepada masyarakat tidak mampu maupun pekerja formal dan informal yang kehilangan penghasilan. Selama ini stimulus ratusan triliun yang diberikan sebagian besar hanya merupakan angka-angka semu yang belum tentu dalam kondisi normal tercapai. Masyarakat perlu dana untuk konsumsi sehingga ekonomi bisa berjalan, stimulus untuk perusahaan atau masyarakat mampu belum tentu memberikan multiplier efek yang diharapkan, karena fokus mereka berbeda.

11 Mei 2020 | 02:28 WIB
Menurut saya, stimulus tidak perlu ditambah, namun, harus dikaji ulang pengelolaannya. Alasan mengapa stimulus diberikan adalah untuk tetap menggerakan roda ekonomi yang melemah. Akan tetapi, pemberian stimulus yang lebih besar pada kartu pra kerja dibanding sektor kesehatan membuat stimulus tidak efektif. Alasannya, di situasi pandemi yang mencetak lesunya daya beli pasar membuat masyarakat lebih membutuhkan bantuan langsung berupa subsidi kebutuhan primer atau tunai, sehingga akan ada daya beli masyarakat yang melemah dan membuat roda suply chain tidak berhenti karena berhentinya pemasukan. Dengan adanya kebijakan yg baik dengan memperhitungkan ekonomi instan bisa memperpendek gap kurva U/W dalam siklus bisnis, dengan asumsi kebijakan kesehatan publik berjalan dengan baik. Saya percaya, ketika topoksi anggaran stimulus diperuntukan sesuai dengan keadaan status quo dan urgency yang ada, maka roda perekonomian akan berjalan setidaknya di kurva yang lurus #MariBicara

10 Mei 2020 | 18:53 WIB
Menurut KBBI, stimulus itu artinya rangsangan. Tujuannya adalah untuk mengaktifkan si penerima, sehingga yang terpenting adalah supaya si penerima bangkit. Misalnya insentif pph, tujuannya memang bukan untuk menyembuhkan tetapi mengurangi dampak, menopang arus kas perusahaan supaya mampu bertahan agar angka phk bisa ditekan, serta menambah daya beli karyawan. Stimulus lainnya, pemerintah memberikan keringanan pembayaran listrik bagi kelas bawah. Stimulus pemerintah sudah beberapa kali mengalami perubahan. Yang awalnya hanya paket genjot pada saat virus corona belum terdeteksi di Indonesia dan belum ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO. Tetapi ketika situasi berubah, akhirnya kebijakan itu tidak relevan, maka dikeluarkan stimulus II dann III. Berarti pemerintah responsif menganalisa stimulus2 yang telah dikeluarkan. Bahkan jika stimulus yang ada sudah tidak lagi relevan ataupun tidak cukup, pemerintah akan melakukan perubahan ataupun penambahan.

10 Mei 2020 | 14:51 WIB
Pemerintah itu kurang fokus dalam menangani Covid19 ini pasalnya hanya memberi stimulus sebesar 2,5% dari PDB Indonesia. Pemerintah juga terkesan lamban dalam menangani ini. Sebaiknya mengeluarkan stimulus lebih besar dari yang diberikan sekarang, seperti negara lain yang memberi stimulus lebih dari 10% agar perekonomian masyarakat tetap stabil dan bisa mengikuti aturan pemerintah yang mengharuskan kita dirumah saja. Selain itu pemerintah harusnya bisa lebih fokus terhadap masalah yang sedang dihadapi ini dengan mengesampingkan segala kebijakan yang tidak bersangkutan dengan masalah covid 19 ini baik yang akan diresmikan maupun yang akan direvisi. Terlebih Juga Di Indonesia Semakin menurunnya Masyarakat Indonesia membayar Pajak Dikarenakan Covid19 ini Menurut PPh Pasal 21 Pekerja yang dikenakan Phk dan mendapatkan Pesangon akan dipotong apabila pekerja tidak mendapatkan pesangon merugikan bukan?. Jadi Stimulus yg difokuskan memperkuat pada sektor yang penting saja. OK🤩 #MariBicara

10 Mei 2020 | 12:54 WIB
perlu tambahan Stimulus, dengan catatan. dilakukan pendataan ulang yg baru di tiap tiap RT/RW bagi warga yg belum mendapatkan bantuan , kemudian data yg sdh ada dilaporkan ke kelurahan-kecamatan agar segera ditindaklanjuti pemerintah daerah. #MariBicara

10 Mei 2020 | 04:37 WIB
Covid-19 merupakan masalah kesehatan yg dampaknya luas, menyelesaikan pandemi hrs menjadi fokus utama pemerintah. Stimulus diperlukan sbg bentuk kompensasi atas kebijakan pembatasan serta respon masyarakat, sehingga besaran stimulus perlu ditambah secara bertahap sejalan dengan memperluasnya dampak situasi ini. Alokasi untuk Kesehatan, social safety net, dan pelindungan sektor usaha terdampak hrs menjadi prioritas. Ketepatan,kecepatan,dan kesederhanaan dlm pemberian stimulus perlu terus didorong. Disisi lain, perluasan kapasitas fiskal pemerintah juga hrs diusahakan. Semua opsi pendanaan defisit perlu dibuka namun hrs tetap prudent. Mengoptimalkan penerimaan pajak dr transaksi digital dan sektor-sektor lain yg tidak terdampak jg dapat menambah ruang fiskal pemerintah. Menurut saya menemukan keseimbangan antara kebijakan penghentian penyebaran covid-19, kebutuhan stimulus, dan kapasitas fiskal dapat menjadi tindakan rasional yg efektif dlm mengangani pandemi ini. #maribicara

09 Mei 2020 | 22:22 WIB
Perlu tambah stimulus, agar dapat menjaga keseimbangan ekonomi masyarakat di tengah gencarnya penyebaran covid 19 #MariBicara

09 Mei 2020 | 14:19 WIB
Menurut saya, stimulus yang telah “digelontorkan” pemerintah saat ini perlu untuk ditambah. Terutama untuk menunjang fasilitas kesehatan agar dapat mengakomodasi lonjakan pasien positif Covid-19 yang sampai saat ini terus bertambah tanpa diketauhi sampai angka berapa total kasus yang akan terjadi. Selain itu, stimulus tambahan ini juga harus berfokus pada kebijakan pemulihan ekonomi Indonesia, subsidi besar-besaran harus ditujukan untuk menggerakkan roda perekonomian yang saat ini hampir berhenti total. Pemerintah dapat menjadikan angka rata-rata negara G20 yakni 4,9% dari PDB sebagai pertimbangan dalam memberikan paket stimulus tambahan ini. Namun, pemerintah tidak boleh gegabah dan harus mengkalkulasi dengan tepat dari mana saja sumber pembiayaan yang akan digunakan agar tidak menjadi beban untuk postur fiskal kedepannya mengingat defisit anggaran yang terjadi sudah cukup lebar. #MariBicara

09 Mei 2020 | 05:14 WIB
Diantara ketiga paket stimulus yang diberikan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid 19, paket kedua (social safety net) sangat menarik perhatian saya. Pasalnya kita paham seberapa luas dan besarnya negara ini serta dilengkapi dengan kepadatan penduduk, kita bisa melihat kendala dalam penyaluran bantuan ini terutama penyaluran bantuan sembako, seperti yang dialami Pemprov DKI Jakarta yang kebingungan dengan akurasi data kepedudukan (BBC, 2020), hal ini pun diakui oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengalami kendala dalam pembaharuan data kemiskinan (Merdeka,2020). Jelas ini akan menghabat penyaluran bantuan kepada masyarakat, dan bisa jadi hal ini pun berdampak negatif dengan penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran mengingat data yang terhambat dalam proses pembaharuanya. Besar harapanya pemerintah daerah dapat melakukan update data kependudukan agar hal seperti ini mampu untuk diminimalisir.

09 Mei 2020 | 01:34 WIB
Guna menyelamatkan kondisi krisis tersebut, perlu kebijakan pemulihan ekonomi secara holistik yang memperhatikan segi permintaan dan produksi. pemerintah telah memberikan stimulus guna menyelamatkan perekonomian sebesar 405,1 triliun rupiah. Kebijakan ini sudah tepat namun dari segi jumlah masih dianggap belum mencukupi. Dari sisi permintaan, Menurut pengamatan kadin, terdapat 130 juta pekerja secara keseluruhan dengan potensi pendapatan yang didapat masyarakat sebesar 324 Triliun rupiah per bulan. Dengan asumsi 30% TOTAL pekerja telah kehilangan kapasitas berpendapatan karena kehilangan pekerjaan akibat covid 19, maka pendapatan masyarakat akan menurun hampir 100 triliun rupiah per bulan. Dengan demikian angaran kompensasi untuk menstimulus dari sisi permintaan selama 6 bulan adalah sekitar 600 triliun. Belum untuk pemulihan produksi dan stimulus di bidang kesehatan, dll. Artinya dana 405,1 triliun masih dianggap belum cukup untuk mendanai stimulus ini.#MariBicara
ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB UNI EMIRAT ARAB

Uni Emirat Arab Godok Insentif Pajak untuk Kegiatan Litbang

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024