PERUBAHAN SISTEM PAJAK

Sistem Pajak Jadi Teritorial, Begini Penjelasan Dirjen Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 September 2019 | 09:56 WIB
Sistem Pajak Jadi Teritorial, Begini Penjelasan Dirjen Pajak

Dirjen Pajak Robert Pakpahan

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana mengubah sistem pajak worldwide menjadi berbasis territorial melalui RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Peningkatan Perekonomian. Aturan ini akan berlaku untuk wajib pajak orang pribadi.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan perubahan rezim pajak itu untuk memberikan kepastian terkait dengan pemajakan bagi wajib pajak orang pribadi baik domestik maupun luar negeri. Selama ini, menurut Robert, terjadi kerancuan terkait dengan penentuan subjek pajak dalam negeri.

"Kalau aturan yang berlaku sekarang ada kerancuan. Kami mau sederhanakan itu," katanya di Kantor Pusat DJP, Kamis (5/9/2019).

Baca Juga:
Soal 'Efek Samping' Omnibus Law, DJP Tempuh Langkah Klasik, Apa Itu?

Robert menjelaskan dengan beralih ke sistem teritorial, pemajakan hanya akan dilakukan untuk penghasilan yang didapatkan dari daerah pabean Indonesia.

Misalnya, untuk warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri dan berdasarkan time test masa tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam satu tahun, tidak diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Begitu juga dengan warga negara asing (WNA) yang masa tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun sudah memenuhi syarat subjektif untuk menjadi SPDN. Aspek ini harus ditambah dengan bukti memiliki penghasilan di Indonesia.

Baca Juga:
Hari ini, Robert Pakpahan Resmi Dilantik Jadi Wakil Ketua Komwasjak

"Jadi siapapun yang tinggal di indonesia lebih dari 183 hari dalam 1 tahun itu sudah menunjukkan intensi di Indonesia sehingga sudah memenuhi syarat subjektif. Kalau dia punya objek penghasilan ya sudah harus memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), Jadi itu saja patokannya," paparnya.

Robert menambahkan perubahan sistem pajak ini juga mengacu kepada negara lain yang juga sudah banyak beralih dari sistem worldwide menjadi territorial. Bahkan saat ini sebagai besar negara OECD sudah menganut sistem teritorial dalam rezim pajaknya.

"Dahulu sempat berimbang antara yang pakai worldwide dan territorial. Sekarang untuk negara OECD itu mayoritas sudah terirtorial meskipun tidak murni, masih hybrid," imbuhnya. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

11 September 2019 | 14:16 WIB

Saya setuju dirubah teritorial. Seharusnya dari dulu Indonesia merubahnya. Negara lain yang saya tahu seperti Hongkong sudah sejak lama menerapkan teritorial.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 12 Oktober 2020 | 17:44 WIB PEROMBAKAN JABATAN BUMN

Pimpinan Danareksa Dirombak, Mantan Dirjen Pajak Jadi Komut

Senin, 27 Januari 2020 | 07:32 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Soal 'Efek Samping' Omnibus Law, DJP Tempuh Langkah Klasik, Apa Itu?

Jumat, 03 Januari 2020 | 17:37 WIB KOMITE PENGAWAS PERPAJAKAN

Hari ini, Robert Pakpahan Resmi Dilantik Jadi Wakil Ketua Komwasjak

Jumat, 03 Januari 2020 | 16:02 WIB VIDEOGRAFIS PAJAK

Melihat Lagi Poin-Poin Penting Omnibus Law Perpajakan

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M

Jumat, 19 April 2024 | 14:30 WIB PAJAK SEKTOR PERTAMBANGAN

Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

Jumat, 19 April 2024 | 13:44 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari