RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Diputus Melebihi Jangka Waktu & Reklasifikasi Transaksi

Hamida Amri Safarina | Senin, 15 Juni 2020 | 18:02 WIB
Sengketa Pajak Diputus Melebihi Jangka Waktu & Reklasifikasi Transaksi

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum mengenai sengketa pajak yang diputus melebihi jangka waktu yang telah ditentukan dan reklasifikasi transaksi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany.

Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa wajib pajak memiliki piutang dengan pihak X Co selaku wajib pajak luar negeri (WPLN). Namun, pihak X Co tidak bersedia membayar piutang tersebut. Dengan demikian, wajib pajak memutuskan melakukan reklasifikasi transaksi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany agar dapat dibiayakan.

Dalam hal ini, wajib pajak menyatakan bahwa reklasifikasi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany yang dilakukannya sudah tepat. Dengan demikian, prepaid intercompany bukan merupakan objek PPh Pasal 26.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Berbeda dengan pendapat wajib pajak, otoritas pajak berdalil bahwa reklasifikasi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany dinilai tidak lazim dilakukan. Otoritas pajak menganggap ada pembebasan utang yang diterima oleh pihak X Co, yang merupakan objek PPh Pasal 26. Selain itu, otoritas menyatakan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus sengketa ini melebihi jangka waktu yang telah ditentukan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa terdapat sebagian koreksi otoritas pajak yang dapat dipertahankan dan sebagian lainnya tidak dapat dipertahankan. Adapun reklasifikasi yang dilakukan wajib pajak sudah benar sehingga transaksi prepaid intercompany bukan merupakan objek PPh Pasal 26.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. Put. 28292/PP/M.I/13/2011 tertanggal 3 Januari 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 April 2011.

Dalam sengketa a quo terdapat dua pokok perkara. Pertama, kesalahan formil karena perkara ini diputus lebih dari jangka waktu yang ditentukan. Kedua, koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 sebesar Rp1.036.859.676.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara a quo terdapat dua pokok sengketa. Pertama, Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 28292/PP/M.I/13/2011 telah diputus melebihi jangka waktu pemeriksaan banding sebagaimana ditentukan dalam peraturan yang berlaku.

Perlu diketahui bahwa saat itu surat banding yang diajukan Termohon PK telah diterima Pengadilan Pajak pada 11 November 2009. Pengadilan Pajak baru memutus sengketa ini pada 22 November 2010 dan kemudian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada 3 Januari 2011.

Berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak, sengketa banding seharusnya diputus selambat-lambatnya 12 bulan sejak tanggal diterimanya berkas permohonan banding oleh Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

Berdasarkan fakta dan dasar hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus sengketa melebihi jangka waktu yang ditentukan dalam ketentuan sehingga putusan Pengadilan Pajak dinilai tidak sah.

Kedua, koreksi positif DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp1.036.859.676. Pemohon PK menyatakan bahwa Termohon PK belum sepenuhnya melaporkan objek PPh Pasal 26 tahun pajak 2006. Koreksi dilakukan karena adanya reklasifikasi transaksi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany yang dilakukan oleh Termohon PK.

Pemohon PK berdalil bahwa reklasifikasi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany dinilai tidak lazim dilakukan dalam akuntansi dan tidak dapat diyakini kebenarannya. Sebab, piutang intercompany dan prepaid intercompany bukan merupakan jenis transaksi yang sama. Piutang intercompany diklasifikasikan sebagai penghasilan, sedangkan prepaid intercompany ialah biaya.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Menurut Pemohon, Termohon PK telah melakukan pembebasan utang. Berdasarkan UU PPh, pembebasan utang merupakan penghasilan bagi pihak yang dibebaskan sehingga tergolong sebagai objek PPh. Dalam perkara ini, pihak yang menerima pembebasan utang ialah WPLN maka atas pembebasan utang tersebut dinilai dapat dipungut PPh Pasal 26.

Sementara itu, Termohon PK tidak menyetujui seluruh dalil yang dinyatakan oleh Pemohon PK. Perlu dipahami bahwa awalnya Termohon PK memiliki piutang dari pihak X Co sebagai WPLN. Namun, pihak X Co tidak bersedia membayar piutang tersebut. Selanjutnya, Termohon PK memutuskan melakukan reklasifikasi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany. Dengan demikian, atas transaksi prepaid intercompany tersebut dapat dibiayakan.

Termohon PK menilai sudah benar dalam melakukan reklasifikasi piutang intercompany menjadi prepaid intercompany. Dengan dilakukannya reklasifikasi tersebut, prepaid intercompany tidak termasuk objek PPh Pasal 26.

Baca Juga:
Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Beri Penjelasan Soal Anggaran Bansos

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding dinilai sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK tentang jangka waktu yang berkaitan dengan administrasi proses penyelesaian perkara semata yang tidak dapat membatalkan putusan. Kedua, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, dalil Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Koreksi positif DPP PPh Pasal 26 senilai Rp1.036.859.676 yang tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan. Dalam perkara a quo, terdapat transaksi yang tercatat sebagai prepaid intercompany berupa pembayaran kepada pihak luar negeri. Transaksi tersebut terikat dengan prinsip hukum lex specialis derogate legi generali dan lex superior derogate legi inferior. Atas transaksi yang tercatat dalam akun prepaid intercompany tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidaklah beralasan dan dinyatakan ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Rabu, 10 April 2024 | 12:30 WIB IZIN KUASA HUKUM

Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Rabu, 10 April 2024 | 11:30 WIB DIGITALISASI EKONOMI

DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri

Kamis, 18 April 2024 | 13:48 WIB KONSULTASI PAJAK

Bayar Endorse Influencer di Media Sosial, Dipotong PPh Pasal 21?