AMERIKA SERIKAT

Orang Kaya Sembunyikan 21% Penghasilannya dari Otoritas Pajak

Muhamad Wildan | Rabu, 24 Maret 2021 | 14:15 WIB
Orang Kaya Sembunyikan 21% Penghasilannya dari Otoritas Pajak

Ilustrasi. (DDTCNews)

WASHINGTON D.C., DDTCNews – Penelitian terbaru dari National Bureau of Economic Research (NBER) menemukan kelompok 1% terkaya di AS ternyata tidak melaporkan 21% penghasilannya kepada otoritas pajak AS, Internal Revenue Service (IRS).

Dalam working paper NBER, orang-orang kaya di AS melakukan pengelakan pajak melalui berbagai metode, mulai dari tidak melaporkan kekayaan yang ditempatkan di luar negeri hingga menggunakan pass-through businesses untuk menyembunyikan penghasilan.

"Kami memperkirakan 36% dari pajak penghasilan yang tidak dibayar adalah pajak yang seharusnya dibayar oleh kelompok 1% terkaya. Bila berhasil dipungut, tambahan penerimaan pajak pemerintah pusat bisa mencapai US$175 miliar per tahun," kata John Guyton, dikutip Rabu (24/3/2021).

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Dalam working paper berjudul Tax Evasion at the Top of the Income Distribution: Theory and Evidence, Guyton menilai prosedur audit acak IRS tidak berfungsi untuk mendeteksi tax gap yang timbul dari wajib pajak berpenghasilan tinggi dan kaya.

Untuk itu, ia berpandangan kinerja IRS dalam melaksanakan audit atas laporan pajak masih belum optimal. Bila tren ketidakpatuhan dan pengelakan pajak oleh orang kaya terus berlanjut, hal tersebut bisa berimplikasi negatif terhadap ketimpangan.

“Mengingat prosedur audit yang saat ini kurang mampu mendeteksi pengelakan pajak dari wajib pajak berpenghasilan tinggi maka diperlukan instrumen tambahan yang bisa memerangi pengelakan pajak secara efektif," tuturnya.

Baca Juga:
Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

IRS dinilai perlu memanfaatkan informasi dari whistleblower dan melaksanakan audit yang lebih spesifik guna memerangi pengelakan pajak oleh orang kaya. Audit juga perlu dilakukan selektif berdasarkan pada risk assessment.

Tak ketinggalan, sumber daya yang dialokasikan untuk melaksanakan audit dan penegakan hukum juga perlu ditambah. Menurut Guyton, peningkatan kapasitas sangat dibutuhkan untuk menjalankan kebijakan seperti yang direkomendasikan. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M

Jumat, 19 April 2024 | 14:30 WIB PAJAK SEKTOR PERTAMBANGAN

Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 17:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Daftar IMEI di Bandara Bisa 24 Jam? Begini Kata Bea Cukai

Sabtu, 20 April 2024 | 16:45 WIB KEPATUHAN PAJAK

Periode SPT Badan Sisa Sepekan, Perusahaan Belum Operasi Tetap Lapor?

Sabtu, 20 April 2024 | 16:30 WIB KEANGGOTAAN FATF

Di FATF, Sri Mulyani Tegaskan Komitmen RI Perangi Kejahatan Keuangan

Sabtu, 20 April 2024 | 16:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ada Ketidakpastian, Sri Mulyani Yakin Ekonomi RI Sekuat Saat Pandemi

Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya