LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Memperkuat Fungsi AR dan Pemeriksa Pajak Sebagai Garda Pertahanan DJP

Redaksi DDTCNews | Rabu, 11 Agustus 2021 | 10:00 WIB
Memperkuat Fungsi AR dan Pemeriksa Pajak Sebagai Garda Pertahanan DJP

Charoline Cheisviyanny,
Padang, Sumatra Barat

PASCATERBITNYA PMK 45/2021 tentang Account Representative (AR) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), tugas AR menjadi lebih berfokus pada pengawasan. Jika hal ini tidak dikelola dengan baik, besar kemungkinan hubungan AR dengan wajib pajak berisiko makin jauh.

Kendati sudah bergeser ke fungsi pengawasan, AR sebaiknya tidak melupakan tugas utamanya melayani wajib pajak. Sebagai garda terdepan di KPP, AR seharusnya memiliki hubungan baik dengan wajib pajak seperti pegawai bank (teller atau customer service) dengan nasabahnya. Sementara itu, pemeriksa pajak berperan sebagai garda terakhir jika semua upaya sudah tidak bisa dilakukan lagi.

Agar AR dan pemeriksa pajak bisa berfungsi sebagai garda pertahanan maka langkah yang bisa diambil adalah mengubah indikator kinerja utama (IKU), terutama indikator pencapaian target penerimaan. IKU tersebut bisa diubah dengan indikator lain yang mengarah pada long term relationship.

Ada tiga hal besar yang dapat dilakukan. Pertama, spesialisasi AR. Pengelompokan tugas AR berdasarkan pada wilayah dirasa belum sepenuhnya maksimal. Satu AR mengawasi banyak wajib pajak dari berbagai bidang usaha. Alhasil, AR kurang memahami proses bisnis wajib pajak dan aturan perpajakan terkait secara menyeluruh.

Kondisi tersebut mengakibatkan AR belum sepenuhnya bisa memberikan saran perbaikan yang tepat terkait dengan kewajiban perpajakan wajib pajak. Kondisi berbeda terjadi jika AR sudah terspesialisasi. AR bisa fokus memahami aturan perpajakan terkait dengan bidang usaha wajib pajak. AR juga bisa memberikan edukasi kepada wajib pajak.

Spesialisasi yang dimaksud bukan sekadar mengelompokkan wajib pajak berdasarkan pada jenis perusahaan jasa, dagang, dan manufaktur, melainkan lebih spesifik lagi ke bidang usahanya. Misalnya, perusahaan jasa bisa dibagi menjadi hotel, tour and travel, klinik kesehatan, yayasan pendidikan, dan lainnya. Pengelompokan ini harus didahului dengan pemetaan bidang usaha wajib pajak yang terdaftar di KPP.

Spesialisasi AR juga bisa menjawab permasalahan ketidakadilan yang dirasakan wajib pajak pada bidang usaha sejenis. Ada wajib pajak yang sering mendapatkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Namun, sebaliknya, ada pula wajib pajak yang tidak pernah atau jarang mendapatkan SP2DK.

Bisa juga ada hal baru yang disampaikan AR ke satu wajib pajak. Namun, wajib pajak tersebut menjadi ragu karena wajib pajak lain tidak tahu atau tidak pernah menerapkan hal tersebut. Dengan AR yang terspesialisasi, semua wajib pajak pada bidang usaha sejenis akan mendapatkan persamaan perlakuan dan pemahaman mengenai suatu aturan.

Dalam jangka menengah, edukasi yang tepat sasaran dan hubungan baik dengan wajib pajak dapat meningkatkan tingkat kepatuhan. Dalam jangka panjang, ada pengurangan jumlah pemeriksaan berdasarkan pada analisis risiko.

Adapun analisis risiko wajib pajak dialihkan ke AR dan dibenahi langsung oleh AR. Dengan demikian, risiko pemeriksaan wajib pajak dapat dikurangi karena permasalahan perpajakan wajib pajak diharapkan selesai di tangan AR.

Kedua, penyusunan portofolio wajib pajak. Portofolio akan sangat membantu AR dalam menganalisis risiko wajib pajak. Jika AR memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni, portofolio bisa menjadi sarana untuk menjalin hubungan baik secara jangka panjang dengan wajib pajak.

Selain itu, portofolio juga membantu AR yang baru untuk memahami bisnis wajib pajak, termasuk memahami bahwa praktik bisnis di lapangan tidak semudah dan seindah teori.

Portofolio terdiri atas isian profil wajib pajak, termasuk proses bisnis (hal-hal yang biasanya ditanya saat pertemuan pertama proses pemeriksaan), akta perusahaan, PMK terkait usaha, dan lainnya. Portofolio harus dibuat terstandar dan diperbarui secara periodik.

Setelah AR, bagian pemeriksa pajak juga harus dispesialisasi. Portofolio yang dibuat AR bisa digunakan pemeriksa pajak untuk memahami bisnis wajib pajak. Dalam tahap ini, jumlah pemeriksaan atas wajib pajak terpilih berdasarkan analisis risiko (poin h dan i Pasal 4 Ayat 1 PMK 184/2015) seharusnya sudah berkurang signifikan.

Pemeriksa pajak bisa berfokus pada kelompok wajib pajak yang termasuk pada poin a sampai g Pasal 4 Ayat 1 PMK 184/2015. Langkah pengawasan AR juga dikomunikasikan kepada pemeriksa pajak sehingga proses pemeriksaan bisa lebih cepat.

Ketiga, standardisasi working paper. Dalam setiap langkah pengawasan yang dikerjakan, AR harus membuat working paper. Adapun working paper ini harus terstandar serta sesuai atau sama dengan working paper yang digunakan bagian pemeriksaan pajak. Standardisasi working paper juga bisa digunakan sebagai sarana edukasi.

Dengan standardisasi formulir, AR bisa meminta data perpajakan tiap tahun kepada wajib pajak. File data dimasukkan dalam portofolio wajib pajak yang bersangkutan. Standardisasi working paper juga diwajibkan pada bagian pemeriksaan pajak. Dalam jangka panjang, waktu pemeriksaan bisa dipangkas secara signifikan.

Kita ambil contoh, misalnya, wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) rugi atau lebih bayar. Dari awal, AR sudah memahami kondisi wajib pajak dan memberikan edukasi menghadapi pemeriksaan. Tim pemeriksa mempelajari portofolio wajib pajak.

Proses pemeriksaan berjalan lebih cepat dan lebih tepat sasaran. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disetujui. Dalam tahap ini, jumlah keberatan berkurang signifikan. Begitu pula biaya penyelenggaraan pemeriksaan.

Contoh lain, terhadap wajib pajak yang seharusnya sudah memenuhi syarat untuk menjadi pengusaha kena pajak (PKP), AR bisa mengimbau secara aktif. Dengan demikian, wajib pajak tersebut bisa segera mendaftarkan diri sebagai PKP.

Dalam contoh lain, jika ada aturan baru seperti revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang akan segera disahkan, AR bisa langsung memberikan sosialisasi kepada wajib pajak. Dengan demikian, wajib pajak selalu mendapat pembaruan informasi mengenai aturan terbaru.

Ketiga hal di atas harus dilaksanakan segera seiring dengan diberlakukannya PMK 45/2021. Indikator kualitas portofolio dan kualitas working paper bisa dimasukkan dalam IKU.

Indikator tersebut dirasa lebih mampu mendorong long term relationship dengan wajib pajak (taxpayer-oriented mindset) dibandingkan dengan indikator penerimaan pajak yang memicu target-oriented mindset. Harapannya, apapun kebijakan yang dikeluarkan DJP, bisa menciptakan IKU baru yang lebih berorientasi pada long term relationship.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

13 Agustus 2021 | 10:44 WIB

nice,

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

BERITA PILIHAN