LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Melihat Penerapan Kebijakan Pajak Terhadap Perempuan

Redaksi DDTCNews | Jumat, 20 Agustus 2021 | 16:50 WIB
Melihat Penerapan Kebijakan Pajak Terhadap Perempuan

Pamekas Eri Wahyuni,
Bantul, Yogyakarta

ISU gender dalam berbagai bidang menjadi topik diskusi yang tidak pernah berujung. Pro-kontra ketidaksetaraan gender dalam lingkup perpajakan juga menjadi kajian lezat untuk disantap.

Masifnya kampanye kesetaraan gender tidak lantas menyingkirkan kodrat harfiah perempuan untuk menyusui, melahirkan, dan mengurus anak. Hal ini bermuara pada peningkatan pengeluaran. Namun, dalam konteks perpajakan, kondisi itu tetap diberlakukan sama layaknya laki-laki.

Dalam Webinar Platform for Collaboration on Tax (PCT)Tax & SDGs Event Series: Tax and Gender Workshop Juni 2021, Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah menempatkan perspektif gender dalam merancang reformasi perpajakan yang tengah berjalan.

Pemaparan dari Sri Mulyani dalam acara tersebut membuka cakrawala berpikir, baik pengamat regulasi maupun masyarakat umum, untuk ikut berpartisipasi dengan memberikan perspektif melalui berbagai media dan metode.

Salah satu metode populer yang bisa digunakan adalah studi komparasi atau perbandingan untuk memotret kebijakan di negara lain. Kemudian, kebijakan itu bisa dikaji, bahkan diadopsi di Indonesia. Contoh negara yang memberikan privilege terhadap perempuan dalam perpajakan adalah Singapura, Malaysia, Jepang, dan United Kingdom.

Pemilihan negara tersebut didasarkan pada perbedaan sistem hukum dari tiap negara. Indonesia dan Jepang menganut civil law, sedangkan Singapura, Malaysia, dan United Kingdom menganut common law. Hal ini untuk mengetahui perbedaan kebijakan pajak bagi perempuan antara dua sistem hukum yang berbeda.

Singapura memberikan tunjangan Working Mother’s Child Relief (WMCR) untuk mendorong perempuan tetap bekerja meskipun telah memiliki anak. Tunjangan ini diberikan kepada ibu yang menikah, bercerai, atau janda tapi memiliki anak berkebangsaan Singapura per 31 Desember 2020.

Besaran tunjangan untuk ibu yang memilki 1 anak yaitu 15% dari penghasilan. Kemudian, untuk ibu yang memiliki 2 anak, tunjangan yang diberikan sebesar 20% dari penghasilan. Selanjutnya, untuk ibu dengan 3 anak atau lebih memperoleh tunjangan sebesar 25% dari penghasilan.

Singapura juga memberikan tunjangan Grandparents Caregiver Relief (GCR). Tunjangan diberikan jika ada seorang ibu bekerja dan memiliki orang tua, kakek, nenek, mertua (termasuk mertua mantan pasangan) yang tinggal di Singapura per 2020. Mereka yang merawat anak berumur hingga 12 tahun dari ibu tersebut dan tidak sedang bekerja akan memperoleh tunjangan GCR sebesar SG$3,000.

Berbeda dengan Singapura, United Kingdom mengenal adanya Working Tax Credit (WTC) yang langsung mengurangi jumlah pajak terutang. Contoh yang bisa menjadi elemen pengurang yaitu apabila wajib pajak membayar biaya untuk penitipan anak hingga £122,50 (1 anak) atau £210 (2 anak atau lebih) per minggu. Apabila single parent, besaran yang bisa dikurangi dari pajak terutang mencapai £2.060 per tahun.

Malaysia memasukan komponen biaya pembelian peralatan menyusui untuk bayi berusia maksimal 2 tahun sebagai salah satu pengurang pajak (tax relief) sebesar RM1.000 (terbatas). Biaya penitipan anak ke pusat penitipan anak/TK terdaftar untuk anak berusia 6 tahun ke bawah juga menjadi komponen pengurang sebesar RM3.000 (terbatas).

Jepang memberikan 2 jenis tunjangan untuk membesarkan anak. Tunjangan itu adalah Zenbu Shikyuu dan Ichibu Shikyuu. Tunjangan diberikan bila single mother mempunyai satu anak dan gaji yang didapat kurang dari batasan tertentu.

Peluang Penerapan di Indonesia

PENGATURAN di Malaysia bisa diadaptasi di Indonesia dengan menambah komponen penghasilan tidak kena pajak (PTKP), misalnya biaya bagi ibu menyusui. Namun, potensi hambatannya adalah masuk atau tidaknya ibu yang mendonasikan asi di rumah sakit atau kepada anak-anak membutuhkan ke dalam kategori ibu menyusui.

Kemudian, hambatan penerapan skema WMCR di Singapura dan WTC di United Kingdom adalah kesulitan dalam menentukan jam kerja minimal untuk dikategorikan sebagai working mother. Hal ini justru rawan menimbulkan ketidakadilan bagi perempuan yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi sudah memiliki hak dan kewajiban dalam perpajakan.

Tunjangan membesarkan anak di Jepang lebih mengarah kepada insentif yang sebenarnya bukan ranah dari sektor perpajakan. Namun, pemberian tunjangan atau insentif akan menimbulkan chain impact yang akan berpengaruh juga terhadap pajak.

Berbagai kebijakan di negara tersebut bisa menjadi acuan dan dorongan bagi Indonesia untuk lebih memperhatikan hak-hak perempuan dalam perpajakan.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

BERITA PILIHAN