BERITA PAJAK HARI INI

Keputusan Pemberian Tax Allowance Terbit Paling Lama 5 Hari Kerja

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Agustus 2020 | 08:00 WIB
Keputusan Pemberian Tax Allowance Terbit Paling Lama 5 Hari Kerja

Ilustrasi. Petugas melayani pengurusan perizinan usaha di ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Presiden Joko Widodo, telah mengeluarkan instruksi pada kementerian dan lembaga untuk meningkatkan pelayanan investasi dengan memberi kemudahan perizinan guna menjaring investor. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Kewenangan pemberian fasilitas tax allowance didelegasikan kepada kepala BKPM. Keputusan pemberian fasilitas dijanjikan terbit dalam sepekan setelah permohonan diterima lengkap dan benar. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (5/8/2020).

Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam PMK 96/2020, pemberian fasilitas pajak penghasilan (PPh) untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu dilaksanakan oleh kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk dan atas nama menteri keuangan.

Keputusan pemberian fasilitas tax allowance yang dilaksanakan oleh Kepala BKPM diterbitkan paling lama 5 hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas tax allowance atau pengajuan permohonan fasilitas tax allowance secara luring diterima secara lengkap dan benar.

Baca Juga:
WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

"Seluruh insentif fiskal itu masuk ke BKPM. Jadi, tax holiday, tax allowance, impor barang modal itu seminggu bisa selesai. Yang penting syarat-syaratnya itu sudah terpenuhi. Artinya, data yang valid," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Keputusan pemberian fasilitas tax allowance paling sedikit memuat nama, NPWP, alamat, rincian jenis fasilitas tax allowance, nomor induk berusaha (NIB), izin prinsip, saat mulai berlakunya fasilitas, kewajiban dan larangan bagi wajib pajak, klasifikasi baku lapangan usaha (KBLI), serta nilai rencana investasi.

Selain mengenai tax allowance, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya PMK 89/2020. Beleid ini mengatur nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP) dalam pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu.

Baca Juga:
DPR Ini Usulkan Insentif Pajak untuk Toko yang Beri Diskon ke Lansia

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Percepatan Investasi

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan terbitnya PMK 96/2020 menjadi bagian dari penyederhanaan prosedur pemanfaatan fasilitas yang pada gilirannya diharapkan mampu mempercepat investasi.

“Itu untuk penyederhanaan dan percepatan investasi, di mana pelayanan investasi [termasuk pemberian fasilitas] diletakkan dalam satu atap, yaitu di BKPM,” ujarnya.

Baca Juga:
Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Adapun pelaksanaan pemberian fasilitas tax holiday oleh kepala BKPM dilaporkan kepada menteri keuangan setiap triwulan. (Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Tidak Perlu High Level Meeting

Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM Yuliot mengatakan PMK 96/2020 akan membuat proses pemberian tax allowance makin cepat dibandingkan dengan proses sebelumnya yang cenderung berbelit.

"Dulu keputusan pemberian fasilitas tax allowance itu perlu melalui high level meeting pejabat eselon I. High level meeting ini di dalamnya banyak penjelasan sehingga memakan waktu lama. Sekarang high level meeting itu ditiadakan," ujar Yuliot.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Sebagai informasi, PMK 96/2020 baru berlaku 15 hari sejak diundangkan atau pada 11 Agustus 2020. Menjelang mulai berlakunya PMK ini, Yuliot mengatakan BKPM sudah siap mengemban wewenang karena sudah berkoordinasi secara bertahap. Nantinya, pelayanan secara penuh melalui Online Single Submission (OSS). (DDTCNews)

  • Tarif Efektif PPN 1%

Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 89/2020, petani dan kelompok petani dapat memilih menggunakan nilai lain sebagai DPP, yaitu 10% dari harga jual. Dengan demikian, tarif efektif PPN menjadi 1% dari harga jual (10% dikalikan 10% dari harga jual).

Berbagai barang hasil pertanian yang dapat menggunakan nilai lain adalah barang hasil perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias & obat, hasil hutan kayu, dan hasil hutan bukan kayu. Simak artikel ‘PMK Baru Soal DPP Pengenaan PPN Barang Hasil Pertanian Tertentu’.

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

“Sekarang, petani dapat memilih untuk menggunakan mekanisme nilai lain, atau mekanisme normal. Untuk menggunakannya, petani hanya perlu memberitahukan kepada DJP terkait penggunaan mekanisme nilai lain tersebut pada saat menyampaikan SPT masa PPN”, terang Kepala BKF Febrio Kacaribu. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Putusan MA

Pemerintah pernah memberikan fasilitas perpajakan bagi sektor pertanian berupa pembebasan PPN melalui PP 12 Tahun 2001 s.t.d.t.d. PP 31 tahun 2007. Namun, pada 2013, fasilitas tersebut dicabut oleh putusan Mahkamah Agung No 70 P/Hum/2013 sehingga atas penyerahan barang hasil pertanian menjadi terutang PPN.

Sejak putusan tersebut dicabut hingga saat ini petani masih merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, menurut BKF, kemudahan yang ditawarkan dalam PMK 89/2020 dinilai dapat menjadi penyelesaiannya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?
  • 174.000 Wajib Pajak Strategis

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas melakukan survei terhadap 174.000 wajib pajak strategis karena segmen ini mendominasi pemberian insentif pajak dalam masa pandemi Covid-19, khususnya insentif sesuai dengan PMK No.86/2020.

"Kalau kita lihat, insentif usaha dengan alokasi Rp120 triliun dalam program PEN [pemulihan ekonomi nasional], mostly memang mereka yang akan memanfaatkan," katanya. Simak artikel ‘Ini Alasan DJP Kirim Email Hanya untuk 174.000 Wajib Pajak Strategis’. (DDTCNews)

  • Label Resesi

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan situasi yang dihadapi Indonesia sekarang ini adalah krisis kesehatan yang menyebabkan adanya perlambatan kegiatan ekonomi. Istilah resesi yang beredar di media dan masyarakat dalam beberapa hari terakhir dinilai sama sekali tidak membantu menjelaskan situasi ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia di tengah pandemi Covid-19.

"Jangan khawatir soal label resesi. Ini pesan saya. Yang harus diperhatikan adalah trennya. Tren pada kuartal III/2020 harus lebih baik," ujar Suahasil. Simak artikel ‘Suahasil Nazara: Masyarakat Tak Perlu Risau Soal Resesi’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya