KEBIJAKAN PAJAK

Meningkatkan Efektivitas Insentif Pajak Temporer untuk Tarik Investasi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 22 Mei 2020 | 15:14 WIB
Meningkatkan Efektivitas Insentif Pajak Temporer untuk Tarik Investasi

INSENTIF pajak merupakan salah satu instrumen yang sering digunakan negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia, untuk menarik investasi. Pemberian insentif juga menjadi kebijakan yang diterapkan agar perekonomian pulih di tengah makin meluasnya pandemi Covid-19.

Namun demikian, kewaspadaan terhadap kemungkinan pengetatan anggaran tentu menjadikan opsi kebijakan pemberian insentif penting untuk ditinjau efektivitasnya. Terlebih, banyak negara menerapkan kebijakan tersebut hanya dalam jangka waktu tertentu atau bersifat temporer.

Dalam serial publikasi IMF yang bertajuk ‘Special Series on Covid-19’, Jean-François Wen mengungkapkan beberapa pertimbangan agar jenis insentif pajak dengan tujuan yang spesifik ini dapat diterapkan secara efektif oleh pemerintah suatu negara.

Baca Juga:
DPR Ini Usulkan Insentif Pajak untuk Toko yang Beri Diskon ke Lansia

Pada bagian awal, alih-alih menjelaskan bahwa insentif merupakan kebijakan yang sangat baik diterapkan untuk mengatasi dampak Covid-19, penulis justru memberi pernyataan bahwa pemerintah perlu lebih ‘berkontemplasi’ untuk memberi insentif pajak temporer ini. Berangkat kekhawatiran itulah, publikasi berjudul ‘Temporary Investment Incentives’ kemudian disusun.

Secara garis besar, kajian tersebut menjabarkan enam aspek yang patut diperhatikan. Tujuannya tidak bukan ialah agar insentif pajak yang bersifat sementara waktu ini mampu menarik para calon investor untuk menanamkan modalnya ke suatu negara. Dengan demikian, negara tersebut akan mampu memulihkan ekonominya dari resesi yang terjadi akibat wabah.

Pertama, efektivitas insentif pajak untuk pemulihan ekonomi akan sangat bergantung pada struktur sistem pajak yang berlaku dan klasifikasi pembangunan suatu negara. Insentif pajak temporer untuk mendorong investasi lebih tepat diterapkan negara maju ketimbang negara berkembang.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Hal tersebut dikarenakan preferensi investor untuk menanamkan modalnya di negara yang sedang berkembang justru akan lebih banyak bergantung pada faktor nonpajak, seperti tingkat risiko dan biaya kepatuhan.

Kedua, pemotongan tarif merupakan stimulus pajak terkuat untuk menarik investasi ketimbang opsi insentif lain yang juga menurunkan nominal penghasilan kena pajak perusahaan. Ketiga, insentif pajak yang diberikan dalam periode waktu tertentu ini akan lebih besar dampaknya terhadap investasi apabila dikenakan secara spesifik untuk aset yang bersifat jangka panjang atau permanen.

Keempat, insentif pajak temporer untuk menarik investasi kala krisis ini cenderung hanya akan efektif berlaku pada jangka pendek. Kelima, diperlukan koordinasi internasional untuk memastikan bahwa insentif telah berakhir tepat waktu.

Baca Juga:
Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Keenam, meskipun bersifat temporer, insentif pajak yang diberikan untuk penanganan krisis ini tetap harus melewati proses legislatif yang berlaku secara umum serta harus dikonsolidasikan dalam ketentuan hukum perpajakan.

Selain keenam aspek sebagaimana yang telah dijabarkan di atas, kajian ini juga memberikan ‘bonus’ yang sangat krusial untuk menjadi pertimbangan pemerintah, yaitu analisis dampak dari pemberian insentif pajak yang bersifat temporer secara kuantitatif.

Dalam skala mikro, penulis menyusun simulasi pengurangan persentase biaya yang dimanfaatkan oleh pelaku bisnis. Tiga jenis investasi temporer yang diestimasi dampaknya adalah depresiasi dipercepat, penurunan tarif PPh Badan, dan kredit pajak investasi.

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

‘Bonus’ selanjutnya adalah penjelasan langkah-langkah untuk mengukur dampak pemberian insentif temporer ini dalam skala makro, yaitu dampaknya terhadap PDB. Kajian dampak ini tentunya sangat krusial bagi pemerintah.

Langkah-langkah tersebut ialah memprediksi perubahan persentase nilai investasi dengan menggunakan elastisitas, memprediksi perubahan PDB dengan mengalikan persentase perubahan investasi dengan proporsi investasi terhadap PDB, dan memprediksi dampak PDB agregat sebagai akibat adanya stimulus investasi dengan menggunakan asumsi nilai pengganda.

Dengan berbagai ‘bonus’ yang diberikan serta penggunaan pendekatan yang sangat baru untuk menakar efektivitas dampak investasi, publikasi yang diterbitkan pada 11 Mei 2020 ini tentunya tepat untuk dijadikan pertimbangan oleh pemerintah suatu negara dalam menerbitkan insentif perpajakan, terlebih di saat masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. *


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk