DEBAT CUKAI ROKOK

Cukai Rokok Naik 23%, Tinggi atau Tidak? Tulis Komentar Anda di Sini

Redaksi DDTCNews | Selasa, 01 Oktober 2019 | 17:30 WIB
Cukai Rokok Naik 23%, Tinggi atau Tidak? Tulis Komentar Anda di Sini

JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah memutuskan akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 23% mulai 1 Januari 2020. Kenaikan tarif CHT tersebut ditimbang akan mengerek naik harga jual eceran (HJE) rokok sebesar rata-rata 35%.

Sebagian kalangan menganggap keputusan tersebut sudah tepat, karena tarif cukai tidak mengalami kenaikan sejak 2018. Namun, sebagian yang lain menganggap kenaikan tersebut terlalu tinggi. Yang jadi korban dari kebijakan itu terutama adalah petani tembakau.

Pemerintah beralasan kenaikan tarif tersebut sudah mengakomodasi berbagai kepentingan, yakni keberlangsungan industri dan isu kesehatan. Dari sisi industri, perhatian diberikan kepada kelompok Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Baca Juga:
Sudah 3 Tahun Berjalan, Begini Evaluasi DJBC Soal Penyelenggaraan APHT

Tarif cukai untuk segmen usaha yang melibatkan banyak tenaga kerja dan mayoritas menggunakan bahan baku lokal hasil petani ini hanya dinaikkan 10%. Besaran kenaikan tersebut lebih rendah dari kenaikan tarif kelompok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 23%.

Selain itu, kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 23% juga merupakan upaya untuk menekan peredaran rokok tanpa pita cukai atau rokok ilegal. Tarif yang naik sebesar 23% dipandang sebagai titik optimum dalam upaya menekan peredaran rokok ilegal tetap di bawah 3%.

Dari isu kesehatan, kenaikan tarif cukai itu adalah upaya pemerintah menurunkan prevalansi perokok terutama untuk anak, remaja dan perempuan. Pasalnya, prevalensi anak dan remaja menjadi perokok naik dari 7% ke 9%. Kondisi yang sama terjadi pada perempuan dengan kenaikan dari 2,5% ke 4,8 %.

Baca Juga:
Menarik! DJBC Beri Edukasi Rokok Ilegal Lewat Kesenian Ebeg Banyumasan

“Dari 2018 tidak ada perubahan tarif. Sekarang yang menonjol itu peningkatan jumlah perokok muda dan perempuan dan juga porsi konsumsi masyarakat miskin terbesar kedua adalah untuk rokok,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (16/9/2019).

Di sisi lain, kenaikan tarif tersebut juga meningkatkan setoran cukai di APBN 2020, dari tahun ini Rp165,5 triliun menjadi Rp180,5 triliun tahun depan, atau naik 9%. Total target penerimaan Ditjen Bea dan Cukai sendiri tahun depan mencapai Rp223 triliun.

Akan halnya kalangan industri rokok berpendapat kenaikan tarif cukai sebesar rata-rata 23% itu akan membuat industri rokok semakin tertekan. Kenaikan tersebut diyakini akan memberi implikasi pada dua aspek, yaitu meningkatkan peredaran rokok ilegal dan menekan nasib industri rokok.

Baca Juga:
Itjen Kemenkeu Awasi Cukai Hasil Tembakau, Ada Soal Rokok Elektrik

Hitung-hitungan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), apabila cukai naik 23% dan HJE naik 35% , industri harus membayar cukai sekitar Rp185 triliun. Jumlah tersebut sudah melampaui target setoran cukai dalam APBN 2020. Belum lagi pajak rokok 10% dan PPN 9,1% dari HJE.

“Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan HJE yang sebesar ini. Benar-benar di luar nalar kami,” ungkap Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan, Sabtu (14/9/2019).

Penjelasan lebih lanjut tentang pola dan tren kebijakan cukai sekaligus ekstensifikasinya secara global bisa dilihat di sini. Lalu, apa pendapat Anda mengenai keputusan kenaikan tarif cukai rokok itu? Anda setuju terlalu tinggi seperti kalangan industri, atau cukup seperti pemerintah? Tulis pendapat Anda pada kolom komentar berikut:



Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Terlalu Tinggi atau Cukup lalu tuliskan komentar Anda
Terlalu Tinggi
Cukup
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Terlalu Tinggi
1
20%
Cukup
4
80%

13 Oktober 2021 | 16:40 WIB
Cukup, negara harus untung

08 November 2019 | 14:18 WIB
Kenaikan tarif sebesar 23% cukup signifikan untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai rokok. Selain itu dapat menekan jumlah penikmat rokok yang nota bene tidak baik bagi kesehatan. #MariBicara

08 November 2019 | 14:17 WIB
Kenaikan tarif sebesar 23% cukup signifikan untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai rokok. Selain itu dapat menekan jumlah penikmat rokok yang nota bene tidak baik bagi kesehatan. #MariBicara

11 Oktober 2019 | 15:17 WIB
Menurut saya Cukai Rokok naik 23% adalah Tinggi,, kalau dilihat dari segi Perusahaan kenaikan tarif tersebut mungkin akan menimbulkan dapak pembayaran tarif yang tinggi dan akan mempengaruhi harga rokok, Apabila harga rokok Naik maka kemungkinan persentasi dari segi marketing Akan menurun. Kalau dari segi kesehtan mungkin akan bagus,, harga rokok naik,, penggunaan rokok akan menurun #Maribicara

01 Oktober 2019 | 20:10 WIB
Berbicara tentang hasil tembakau seolah tidak bisa terlepas hubungan nya dengan cukai, karena penerapan cukai sendiri merupakan sebuah upaya pembatasan konsumsi barang tersebut yang dimana menimbulkan efek negatif kepada setiap pengkonsumsinya (UU No 39 tahun 2007), hasil tembakau ini sangat begitu hangat diperbincangkan, apalagi setiap tarif cukai hasil tembakau akan di naikan. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi hasil tembakau rokok terbesar di dunia, yaitu pada urutan ketiga setelah China dan India (Sehatnegeriku, 2015) Konsumsi tembakau di Indonesia meningkat secara bermakna, karena faktor-faktor meningkatnya pendapatan rumah tangga, pertumbuhan penduduk, rendahnya harga rokok dan mekanisasi industri kretek (Tobacco Control Support Centre, 2015.) Meningkatnya jumlah konsumsi rokok di Indonesia tersebut berdampak positif bagi pendapatan negara khususnya dalam bidang cukai. Direktorat Jendaral Bea dan Cukai (DJBC) mencatat pendapatan yang disumbangkan cukai dengan target Rp 155,4 triliun berhasil dilampaui dengan realisasi mencapai Rp 159,6 triliun sektor penerimaan terbesar disumbangkan oleh cukai hasil tembakau sebesar Rp 153 triliun atau setara dengan 75% dari total penerimaan (DDTCNews, 2019) Sangat amat disayangkan bahwa pada kenyataanya justru ketika meningkatnya pendapatan dari sektor cukai khususnya hasil tembakau juga meningkatkan prevalensi perokok dari tahun ketahun tercatat di tahun 2010 sekitar 20,30% meningkat sampai pada tahun 2016 sekitar 23,10% dan ironisnya juga prevalensi perokok diusia muda pun ikut meningkat berkisar dari 7,2% meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2018 (Kementrian Kesehatan, 2018) Negara mesti juga paham dan mengerti disamping memaksimalkan pendapatan cukai dari HT perlu juga nantinya cukai tersebut menjadi sebuah solusi dalam menurunkan prevalensi peroko diusia dini, jangan hanya menyelahkan tembakau yang hidup dan berusaha memberikan kehidupan kepada manusia. Sementara manusia yang memanfaatkanya tidak bisa menjaga merawat serta mengawasinya, ini menjadi peran kita semua sebagai masyarakat dalam memberikan pengertian apakah konsumsi rokok HT itu layak atau tidak untuk dikonsumsi oleh kita dan anak-anak dibawah umur khususnya. (pkpcosmo) #MariBicara #DDTCHebat
ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 21 Maret 2024 | 15:37 WIB KABUPATEN BANYUMAS

Menarik! DJBC Beri Edukasi Rokok Ilegal Lewat Kesenian Ebeg Banyumasan

Senin, 18 Maret 2024 | 14:40 WIB LAPORAN KINERJA ITJEN 2023

Itjen Kemenkeu Awasi Cukai Hasil Tembakau, Ada Soal Rokok Elektrik

Sabtu, 16 Maret 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

THR Cair 100 Persen, BKF Klaim Keuangan Negara Membaik

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi