KEBIJAKAN PAJAK

Daya Beli Lemah, Pemerintah Perlu Cari Waktu Pas untuk Naikkan PPN

Dian Kurniati
Jumat, 29 November 2024 | 15.45 WIB
Daya Beli Lemah, Pemerintah Perlu Cari Waktu Pas untuk Naikkan PPN

Warga memilih produk minuman yang akan dibeli di toko swalayan, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (21/11/2024). Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta Menteri Keuangan, Sri Mulyani meninjau ulang atau menunda rencana penerapan kenaikan PPN 12 persen karena daya beli masyarakat masih lesu. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nz

JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI DPR Harris Turino meminta pemerintah bijak dalam mencari momentum yang tepat untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12%.

Harris mengatakan kinerja ekonomi sedang mengalami perlambatan akibat konsumsi masyarakat yang melemah. Menurutnya, kenaikan tarif PPN pada saat ini berpotensi membuat ekonomi makin tertekan.

"Kalau pemerintah akan lebih bijak, pemerintah tanpa mengubah undang-undang bisa menunda pelaksanaan ini. Paling tidak sampai ekonomi masyarakat di lapisan bawah dan menengah bawah ini sudah lebih membaik," katanya, dikutip pada Jumat (29/11/2024).

Harris mengatakan pemerintah dapat menunda kenaikan tarif PPN di tengah polemik yang terjadi pada masyarakat. Ruang untuk menunda kenaikan tarif PPN sudah telah tersedia sehingga tidak perlu melakukan revisi undang-undang.

UU PPN s.t.d.t.d UU HPP mengatur tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, sedangkan tarif sebesar 12% bakal mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Meski demikian, UU HPP juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% lewat penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan bersama DPR.

Harris menilai kenaikan tarif PPN memang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, lanjutnya, kebijakan kenaikan tarif pajak juga perlu diimbangi dengan langkah untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap daya beli masyarakat dan inflasi.

"Yang ditakuti adalah daya beli masyarakat menengah bawah dan bawah akan makin turun. Akibatnya, kesenjangan sosial makin besar dan ini juga tidak baik bagi satu ekonomi," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.