BERITA PAJAK SEPEKAN

Berbagai Aplikasi DJP dalam Awasi Wajib Pajak Jadi Terpopuler

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 24 Juli 2021 | 08:00 WIB
Berbagai Aplikasi DJP dalam Awasi Wajib Pajak Jadi Terpopuler

Petugas keamanan berjalan di dekat slogan bertuliskan 'Pajak Kuat Indonesia Maju' di sebuah Kantor Pelayanan Pajak, Jakarta, Rabu (14/7/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

JAKARTA, DDTCNews – Peluncuran empat aplikasi pajak oleh Ditjen Pajak (DJP) guna mendukung pelaksanaan tugas otoritas pajak menciptakan kepastian, efisiensi, dan kesederhanaan administrasi menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini, 19—23 Juli 2021.

Keempat aplikasi yang telah diluncurkan tersebut antara lain Compliance Risk Management (CRM) Fungsi Transfer Pricing (TP), Ability to Pay (ATP), Smartweb, dan Dashboard Wajib Pajak (WP) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya.

“Aplikasi yang akan membantu pengawasan, khususnya terkait dengan pelaksanaan tugas AR (account representative), fungsional pemeriksa pajak, dan juru sita,” ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, belum lama ini.

DJP pun menjelaskan masing-masing fungsi dari aplikasi tersebut. Aplikasi CRM TP menyediakan peta risiko wajib pajak yang menggunakan transfer pricing untuk penghindaran pajak. Pada CRM TP, terdapat cuplikan Smartweb yang dapat digunakan sebagai alat bantu.

Selanjutnya, aplikasi Ability to Pay (ATP) untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan bayar sehingga dapat dimanfaatkan dalam tindakan pengawasan, penagihan, atau pemeriksaan pajak yang dilakukan otoritas pajak terhadap wajib pajak.

Dalam aplikasi tersebut , terdapat peta berisi data dan variabel yang membentuk skor ability to pay wajib pajak. Skor ditampilkan dalam lima skala pengukuran, mulai dari sangat rendah (very low) hingga sangat tinggi (very high).

Kemudian, aplikasi Smartweb menyediakan penyajian hubungan wajib pajak dalam bentuk jaringan disertai dengan perincian data jaringan data dan indikator risiko sehingga dapat menggambarkan hubungan wajib pajak orang pribadi kaya, keluarganya, dan perusahaan grupnya.

Setelah itu, DJP juga meluncurkan aplikasi Dashboard Wajib Pajak KPP Madya. Aplikasi ini dapat digunakan untuk mengawasi kinerja penerimaan dan kinerja keuangan wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya.

Berita terpopuler lainnya adalah pelaksanaan insentif pajak UMKM seperti diatur dalam PMK No. 82/2021. Berdasarkan PMK tersebut, wajib pajak UMKM diberikan kesempatan untuk membetulkan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh ditanggung pemerintah (DTP) untuk masa pajak Januari-Juni 2021.

Ketentuan itu berlaku bagi wajib pajak yang telah menyampaikan laporan realisasi dan/atau laporan realisasi pembetulan pemanfaatan insentif PPh final DTP untuk UMKM. Berikut berita pajak terpopuler lainnya sepanjang pekan ini, 19-23 Juli 2021.

1. Baru Terbit! Kemenkeu Relaksasi Aturan Soal Penundaan Pembayaran Cukai
Kementerian Keuangan merelaksasi jangka waktu penundaan pembayaran cukai bagi pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 93/2021.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 PMK 57/2017, pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai dapat diberikan penundaan. Penundaan tersebut dapat diberikan selama 2 bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai.

Namun demikian, melalui PMK 93/2021, Kementerian Keuangan memperpanjang jangka waktu penundaan tersebut menjadi 90 hari. Untuk diperhatikan, perpanjangan jangka waktu penundaan ini berlaku untuk dua ihwal.

2. DJP Awasi WP Lewat Aplikasi, Bagaimana Akses Penggunaan Datanya?
Ditjen Pajak (DJP) memastikan adanya pengawasan terhadap akses data wajib pajak oleh pegawai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan momentum Hari Pajak 2021 diikuti dengan peluncuran beberapa aplikasi untuk memperkuat kinerja otoritas. Penggunaan data dalam berbagai aplikasi tersebut akan dilakukan sesuai dengan tujuan.

Dia menyampaikan terdapat dua skema pengawasan terhadap penggunaan data wajib pajak yang diakses fiskus secara elektronik. Pertama, kesesuaian tugas pegawai dengan data yang diakses. Kedua, penerapan pengawasan berjenjang.

3. PPnBM Diganti PPN Bertarif Lebih Tinggi, Penerimaan Pajak Bisa Naik
Skenario perubahan skema pemajakan terhadap konsumsi barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah dari pengenaan PPnBM menjadi PPN disebutkan dalam Naskah Akademik (NA) RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Pengenaan PPN dengan tarif lebih tinggi atas konsumsi BKP yang tergolong mewah dinilai lebih sederhana. Kebijakan ini juga dapat meningkatkan penerimaan karena ada penambahan kelompok BKP yang tergolong mewah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.

Implementasi perubahan skema pengenaan PPnBM atas penyerahan BKP yang tergolong mewah menjadi pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi akan diberlakukan melalui dua tahap.

4. Lewat Ini, DJP Tahu Hubungan WP dengan Keluarga dan Perusahaannya
DJP resmi meluncurkan Smartweb sebagai salah satu aplikasi berbasis data analisis yang bertujuan untuk pendukung pelaksanaan tugas fiskus.

DJP menyebutkan Smartweb merupakan alat yang bisa menggambarkan hubungan wajib pajak orang pribadi kaya, keluarganya, dan perusahaan grupnya. Smartweb juga memiliki fitur untuk menentukan beneficial owner dari perusahaan.

Nanti, informasi yang disediakan aplikasi Smartweb berupa penyajian hubungan wajib pajak dalam bentuk jaringan atau network disertai dengan perincian data terkait dengan jaringan data dan indikator risiko.

5. Kasus Pajak Fiktif Rp11 Miliar, Bos dan Karyawan Diserahkan ke Kejati
Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan Utara (Kaltimtara) menyerahkan tersangka dan barang bukti tindak pidana faktur pajak fiktif kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim.

Tersangka berinisial MN yang merupakan Direktur PT EMI serta PT NRJM dan HS selaku karyawan PT EMI serta PT NRJM diduga menggunakan faktur pajak fiktif yang merugikan penerimaan negara hingga Rp11,63 miliar.

Praktik penggunaan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya ini dilakukan oleh MN dan HS pada Januari 2013 hingga September 2015. Berdasarkan temuan tersebut, MN melanggar Pasal 39A UU KUP dan telah merugikan penerimaan negara sebesar Rp6,53 miliar. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

BERITA PILIHAN