UGANDA

Begini Alasan Pemerintah Pajaki Media Sosial

Redaksi DDTCNews | Senin, 04 Juni 2018 | 13:57 WIB
Begini Alasan Pemerintah Pajaki Media Sosial

KAMPALA, DDTCNews – Pemerintah Uganda resmi memberlakukan aturan untuk memajaki para pengguna media sosial seperti Whatsapp, Twitter, Viber dan Facebook. Hal ini sebagai upaya untuk memerangi gosip yang kerap terjadi di media sosial, sekaligus meningkatkan penerimaan negara.

Presiden Uganda Yoweri Museveni mengatakan penerimaan negara yang terkumpul dari media sosial akan digunakan untuk membantu pemerintah dalam memperbaiki dampak buruk gosip. Aturan yang berlaku pada 1 Juli 2018 ini akan mengenakan UGX200 atau Rp736 per hari kepada penggunanya.

“Selain untuk mengurangi gosip di media sosial, strategi ini dilakukan untuk membantu pemerintah melunasi utang negara yang semakin tinggi,” ujarnya seperti dilansir ifex.org, Minggu (3/6).

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Adapun pemajakan itu karena media sosial telah menjadi alat politik yang penting di Uganda, baik untuk partai yang berkuasa maupun kubu oposisi. Mengingat akses ke platform media tersebut sempat ditutup selama Pilpres 2016, karena bisa dimanfaatkan untuk menyebar kebohongan.

Juru Bicara Parlemen Uganda Chris Obore membela aturan itu atas dasar banyaknya warga yang cukup aktif di jejaring sosial. Tingginya angka pengguna bisa membantu negara untuk meningkatkan penerimaan pajak dari penggunaan media sosial.

Obore menilai pajak yang dikenakan pun sangat kecil, sehingga tidak akan terlalu membebankan pengguna media sosial. Pemajakannya pun akan dilakukan melalui operator seluler yang digunakan untuk mengakses di negara itu.

Baca Juga:
Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Di samping itu, tidak sedikit penduduk Uganda yang menilai kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi kebebasan masyarakat dalam berpendapat atau bersuara.

Terlebih, era pemerintahan Museveni pun telah menggunakan beragam strategi untuk membatasi perdebatan publik, menekan hak warga sipul dan melumpuhkan oposisi pemerintahan. (Gfa/Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:50 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Simpan Pinjam Modal Rp5 Miliar, Lapkeu Wajib Diaudit AP

Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024