BERITA PAJAK SEPEKAN

Aturan Bukti Pot/Put Unifikasi dan Layanan Baru DJP Online Terpopuler

Ringkang Gumiwang | Sabtu, 09 Januari 2021 | 08:01 WIB
Aturan Bukti Pot/Put Unifikasi dan Layanan Baru DJP Online Terpopuler

Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan tata cara pembuatan bukti potong pemotongan/pemungutan unifikasi dan dua layanan baru di DJP Online menjadi topik pajak terpopuler sepanjang pekan ini, 4-8 Januari 2021.

Dirjen pajak menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2020 tentang pembuatan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi.

Beleid yang berlaku mulai 28 Desember 2020 tersebut mencabut ketentuan sebelumnya, yaitu PER-20/PJ/2019. Otoritas menyatakan PER-20/PJ/2019 perlu diganti untuk lebih memberikan kemudahan serta kepastian hukum.

“Dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak penghasilan unifikasi,” demikian bunyi bagian pertimbangan dalam PER-23/PJ/2020.

Dalam Pasal 2 ditegaskan pemotong/pemungut PPh wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut. Kemudian, mereka wajib melaporkan kepada Ditjen Pajak (DJP) menggunakan SPT Masa PPh unifikasi.

Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat pemotong/pemungut pph sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.

Lalu, SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa Pajak.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah dua layanan baru dalam menu Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) di DJP Online yaitu fitur pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) dan pemberitahuan menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan dolar.

Sesuai dengan UU Pajak Penghasilan, NPPN hanya boleh digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar dan melakukan pencatatan. Berikut berita pajak pilihan lainnya:

Dirjen Pajak Rilis SE Baru Soal Pemberitahuan Penggunaan NPPN
Dirjen pajak menerbitkan surat edaran baru terkait dengan petunjuk pelaksanaan penyelesaian penyampaian pemberitahuan penggunaan NPPN.

Surat edaran yang dimaksud adalah Surat Edaran No. SE-50/PJ/2020. Surat edaran yang diteken oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo ini berlaku sejak tanggak ditetapkan, yakni 28 Desember 2020. Selama ini, penggunaan NPPN untuk menentukan penghasilan neto telah diatur dalam PER-17/PJ/2015.

“Dalam rangka meningkatkan pelayanan melalui kemudahan dalam menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN melalui saluran elektronik dan untuk memberikan keseragaman pelaksanaan penyelesaian penyampaian pemberitahuan penggunaan NPPN,” bunyi penggalan bagian Umum dalam SE tersebut.

Dirjen Pajak Cabut 7 Peraturan dan 2 Keputusan, Ini Perinciannya
Dirjen Pajak Suryo utomo mencabut sebanyak 7 peraturan dan 2 keputusan. Langkah ini sebagai bagian dari simplifikasi regulasi.

Pencabutan dilakukan melalui penerbitan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-22/PJ/2020 tentang Pencabutan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Dalam Rangka Simplifikasi Regulasi. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, yakni 27 November 2020.

Otoritas menyatakan masih ada ketentuan pelaksanaan UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) dan UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sudah tidak relevan, tidak sesuai dengan kondisi saat ini, dan sudah kedaluwarsa.

Dirjen Pajak Rilis Peraturan Baru Soal Pembukuan dengan Bahasa Inggris
Dirjen pajak menerbitkan peraturan baru terkait dengan izin penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar AS.

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Dirjen Pajak No. PER-24/PJ/2020. Beleid yang mencabut PER-23/PJ/2015 ini menjadi pelaksanaan ketentuan Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan No.543/KMK.04/2020 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.03/2007.

Otoritas ingin pelayanan melalui kemudahan dalam pemberian izin atau penyampaian pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris atau pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar AS, serta kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh wajib pajak badan.

Penerimaan Semua Jenis Pajak pada 2020 Minus, Kecuali Ini
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) nonkaryawan pada 2020 menjadi satu-satunya jenis pajak yang masih tumbuh positif walaupun mengalami perlambatan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan PPh OP pada 2020 tumbuh 3,22%, jauh lebih lambat dibandingkan kinerja tahun lalu 19,06%. Realisasi itu membaik dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2020 yang pertumbuhannya baru 1,71%.

"Ini satu-satunya pajak yang masih positif pertumbuhannya," katanya melalui konferensi video.

DJP: Meterai Tempel Lama Masih Berlaku
Ditjen Pajak (DJP) menegaskan meterai tempel yang lama masih berlaku hingga 31 Desember 2021.

Melalui akun Instagram, DJP menegaskan tarif tunggal bea meterai senilai Rp10.000 sudah berlaku saat ini. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan dalam UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Namun demikian, pemerintah memberikan masa transisi hingga akhir tahun ini.

Otoritas pajak menyatakan meterai tempel edisi 2014 yang masih tersisa dapat digunakan untuk pembayaran bea meterai. Namun, penggunaan meterai tempel lama itu paling sedikit Rp9.000. Artinya, wajib pajak bisa menggunakan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 secara sekaligus, 2 meterai tempel Rp6.000, atau 3 meterai tempel Rp3.000. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 Januari 2021 | 22:50 WIB

Dengan Unifikasi juga akan menghemat biaya kepatuhan yang dikeluarkan oleh WP dan biaya pemungutan oleh DJP, semoga dengan unifikasi ini akan banyak kepatuhan dan kepastian hukum.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M

Jumat, 19 April 2024 | 14:30 WIB PAJAK SEKTOR PERTAMBANGAN

Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

Jumat, 19 April 2024 | 13:44 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari