KAMUS PAJAK

Apa Itu Bea Meterai?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 04 September 2020 | 17:45 WIB
Apa Itu Bea Meterai?

KOMISI XI DPR dan pemerintah pada Kamis (3/9/2020) telah menyepakati pembahasan tingkat pertama Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai. RUU Bea Meterai ini selanjutnya akan segera dibawa ke rapat paripurna DPR RI untuk disahkan.

RUU Bea Meterai itu akan menggantikan ketentuan terdahulu yang diatur dalam UU No. 13/1985 tentang Bea Materai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan revisi Undang-Undang (UU) Bea Meterai ini direncanakan mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

Menkeu menjabarkan terdapat 6 klaster perubahan dalam RUU Bea Meterai. Cakupan perubahan tersebut di antaranya perluasaan definisi dokumen, serta perubahan tarif bea meterai. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan bea meterai?

Baca Juga:
Apa Itu Opsen BBNKB?

Definisi
MERUJUK IBFD International Tax Glossary (2015) stamp duties atau stamp tax (bea meterai) adalah sejenis bea registrasi yang dikenakan atas pelaksanaan dokumen tertentu. Pajak atau bea ini dapat dikenakan baik dengan tarif yang tetap atau advalorem tergantung pada sifat dokumen.

Bea meterai umumnya dikenakan pada dokumen yang mentransfer kepemilikan. Biasanya pelunasan bea meterai dibuktikan dengan stempel yang ditempelkan pada dokumen yang bersangkutan. Pada beberapa negara bea meterai dapat dianggap sebagai pajak sukarela

Hal ini lantaran otoritas pajak pada negara tersebut tidak dapat secara langsung menegakkan pembayarannya atau tidak ada sanksi langsung atas ketidakpatuhan. Namun dalam praktik, kewajiban pembayaran bea meterai umumnya dipastikan melalui tindakan tidak langsung.

Baca Juga:
Asal Mula Kata Pajak, dari Pajeg pada Era Kerajaan Mataram Islam

Misalnya, mensyaratkan pelunasan bea meterai atas suatu dokumen agar dapat diterima sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Dalam beberapa pengertian, bea materai dapat dianggap sebagai pajak atas pengeluaran atau belanja.

Melansir dari laman resmi DJP, bea meterai adalah pajak atas dokumen. Bea meterai terutang sejak saat dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau diserahkan kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.

Namun, apabila dokumen tersebut dibuat di luar negeri maka bea meterainya baru terutang sejak dokumen tersebut digunakan di Indonesia. Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Baca Juga:
BKF: Hampir 1 Juta Investor Dapat Pembebasan Bea Meterai Tiap Bulan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU UU No. 13/1985 tentang Bea Materai, bea meterai merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen yang disebut dalam undang-undang tersebut.

Adapun dalam UU No. 13/1985 dokumen didefinisikan sebagai kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.

Dokumen tersebut di antaranya surat perjanjian atau dokumen yang bersifat perdata, akta notaris termasuk salinannya, akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkapnya, surat yang memuat jumlah uang, dan dokumen yang dapat digunakan di muka pengadilan

Baca Juga:
Apa Itu Pajak Bujangan?

Apabila diperhatikan definisi dokumen dalam UU Bea Meterai yang saat ini berlaku masih sangat sempit. Pasalnya, definisi tersebut hanya memuat dokumen dalam bentuk kertas dan belum mengakomodasi dokumen yang berbentuk elektronik.

Untuk itu, Menkeu mengatakan salah satu klaster perubahan UU Bea Materai yang disepakati adalah perluasan definisi dokumen objek bea meterai hingga mencakup dokumen elektronik. Dengan demikian, negara bisa memberikan persamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan nonkertas.

Tarif Bea Materai
TARIF Bea Meterai yang tercantum dalam UU No. 13/1985 adalah Rp500 dan Rp1.000 tergantung pada jenis dan harga nominal dokumen. Namun, Pasal 3 UU No.13/1985 memperkenankan pemerintah untuk menaikkan tarif tersebut setinggi-tingginya 6 kali lipat.

Baca Juga:
Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Pajak Diatur di PMK, Ini Kata DJP

Pemerintah selanjutnya mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 24/2000 pada 20 April 2000. Melalui beleid ini pemerintah menyesuaikan besarnya tarif bea meterai dan batas pengenaan harga nominal yang dikenakan bea meterai.

Penyesuaian tersebut dilakukan karena tarif terdahulu sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Secara garis besar, beleid ini menaikkan tarif bea meterai menjadi Rp3.000 dan Rp6.000 tergantung pada jenis dan harga nominal dokumen.

Apabila diperhatikan kenaikan tarif bea meterai tersebut merupakan tarif tertinggi yang dapat ditetapkan. Kedua tarif bea meterai ini pula yang berlaku hingga saat ini. Namun, dalam RUU Bea Meterai, Kemenkeu telah mengusulkan kenaikan tarif bea meterai menjadi satu harga yaitu Rp10.000.

Baca Juga:
Apa Saja Dokumen Bersifat Perdata yang Wajib Dikenakan Bea Meterai?

Selain tarif, RUU Bea Meterai juga menaikkan batasan nilai nominal dokumen dari Rp1 juta menjadi Rp5 juta. Hal ini berarti ketika RUU Bea meterai mulai berlaku, dokumen tidak dikenakan bea meterai jika nilai nominal yang tertera pada dokumen tersebut di bawah atau sampai dengan Rp5 juta

Simpulan
BEA meterai merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen tertentu. Hal ini berarti tidak semua dokumen harus dibubuhi meterai. Selain itu, membubuhkan meterai pada suatu dokumen berarti memenuhi kewajiban warga negara untuk membayar pajak atas dokumen.

UU Bea Meterai saat ini telah berusia 34 tahun. Untuk itu, dapat dikatakan undang-undang tersebut tidak lagi relevan dan sudah saatnya dikeluarkan aturan baru guna mengikuti perubahan zaman. Salah satu perubahan itu adalah menyesuaikan tarif dan mengakomodasi dokumen elektronik. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 11 April 2024 | 11:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Update 2024, Apa Itu BPHTB?

Rabu, 10 April 2024 | 14:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Opsen BBNKB?

Jumat, 05 April 2024 | 16:31 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)?

Rabu, 03 April 2024 | 15:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBB-P2 dalam UU HKPD?

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri

Kamis, 18 April 2024 | 13:48 WIB KONSULTASI PAJAK

Bayar Endorse Influencer di Media Sosial, Dipotong PPh Pasal 21?