DIRJEN PERIMBANGAN KEUANGAN BOEDIARSO TEGUH WIDODO

'Draf Baru RUU Hubungan Keuangan Segera Masuk DPR'

Redaksi DDTCNews | Kamis, 17 Mei 2018 | 15:42 WIB
'Draf Baru RUU Hubungan Keuangan Segera Masuk DPR'

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo. (Foto: Kemenkeu)

BANYAK kalangan menganggap rezim otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang berjalan sejak 1999 telah gagal menyejahterakan rakyat. Usulan pemekaran terus masuk, tetapi pada saat yang sama kinerja belanja, perizinan, pembangunan infrastruktur, tak kunjung ada perbaikan signifikan.

Celakanya, situasi sekarang seperti tidak imbang. RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah tak kunjung diselesaikan, meski sekondannya, RUU Pemerintahan Daerah, juga beleid lain dalam satu paket seperti RUU Pemerintahan Desa, sudah lebih dari 2 tahun lalu dirampungkan.

Lalu apa solusi yang diracik pemerintah pusat untuk menyelesaikan menggantungnya pelaksanaan desentralisasi fiskal ini? Untuk menjawabnya, beberapa waktu yang lalu kami mewawancarai Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo. Petikannya:

Bisa Anda ceritakan nasib RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah saat ini?

Dahulu kan pernah dibahas tuh antara pemerintah dengan DPR yang lalu. Kemudian gagal, sampai terakhir itu pemerintah dengan DPR belum selesai. RUU Pemerintahan Daerah selesai, tetapi RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) belum selesai.

Karena itu, sekarang pembahasannya dimulai dari titik nol lagi. Makanya, dari nol itulah kami mulai melakukan perbaikan, pengkajian dan penyempurnaan. Nah, sekarang draf RUU HKPD yang baru sudah kami selesaikan, naskah akademiknya sudah jadi, sudah kami bahas di Panitia AntarKementerian (PAK).

Saya juga sudah memberikan pesan ke Ibu Menteri Keuangan untuk meminta exercise dan secara tertulis terkait dengan implikasi anggarannya, dan dalam waktu dekat ini draf tersebut akan disampaikan kepada Bapak Presiden untuk dibahas dalam sidang kabinet terbatas.

Selanjutnya akan dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi, pembahasannya di Kemenkumham. Nanti kalau sudah sampai pada tahap ini, InsyaAllah draf baru RUU HKPD bisa segera kami sampaikan ke DPR. Mungkin, antara akhir tahun 2017 atau awal tahun 2018 untuk kemudian bisa ditetapkan jadwal pembahasannya bersama DPR.

Lalu bagaimana nasib RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kan sangat terkait dengan RUU HKPD?

Kami juga sedang menyiapkan RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Sampai saat ini naskah akademiknya masih kami sempurnakan, kami revisi dan perbaiki. Ada beberapa hal yang masih kami cermati.

Nanti setelah itu akan disusul lagi dengan proses legal drafting-nya. Ini supaya sinkron dengan RUU HKPD, karena memang keduanya memiliki keterkaitan yang erat.

Banyak yang kecewa dan meminta agar otonomi dan desentralisasi dievaluasi. Pendapat Anda?

Sebetulnya kalau persoalannya terkait dengan pelaksanaan desentralisasi, secara umum memang sudah waktunya kami evaluasi. Kalau kita lihat, dulu kan sudah 43 tahun kita tidak melakukan revisi sistem otonomi dan desentralisasi itu.

Kemudian untuk UU Pemerintahan Daerah itu direvisi tahun 1974, lalu ke 1999, dan 2004. Dari revisi tahun 1974 ke 2004 itu kan artinya sudah 30 tahun. Lalu terakhir UU yang disempurnakan yang berlaku 10 tahun sampai tahun 2014.

Tapi UU ini hadir 10 tahun saja, karena pada 2014 direvisi lagi. Jadi kita sebetulnya baru saja merevisi, tapi memang dinamika desentralisasi begitu cepat.

Menurut Anda, apa sih persoalan terbesar yang membuat rezim otonomi daerah seperti gagal?

Problem utamanya itu soal pemekaran daerah. Karena saat ini sudah menumpuk ratusan, nah inilah, muncul terus usulan untuk pemekaran. Implikasi fiskal pemekaran daerah ini luar biasa, khususnya untuk mengejar otonomi daerah. Karena ini bertahap dan langsung caranya.

Apalagi ada elit di daerah yang tidak puas, lalu membentuk satu komunitas dan membuat usulan kepada DPD dan DPR, agar DPD dan DPR berinisiatif mengajukan RUU Pembentukan Daerah Otonomi Baru. Ini di sini problematikanya.

Bukannya semua usulan pemekaran daerah otonomi baru sudah dimoratorium dan sampai sekarang belum dicabut?

Iya, karena problem tadi itulah sebabnya kemudian kita lakukan moratorium. Kalau tidak dilakukan, ya enggak tahu deh bakal seperti apa. Dana Alokasi Umum (DAU)- nya tetap, naiknya pun paling cuma sedikit. Pembaginya itu yang naik besar.

Artinya, seluruh masyarakat daerah terkait yang akan menerima dampaknya. Makanya, sampai sekarang pemekaran daerah otonomi baru masih kami moratorium. Kalau tidak, efeknya bisa meluas dan tidak akan selesai problematika itu.

Selain dari masalah perizinan dan segala macamnya seperti tumpang tindih aturan serta kinerja belanja yang tidak akuntabel, saya kira pemekaran daerah baru tersebut adalah persoalan utama otonomi daerah yang harus segera kami selesaikan. (Gfa/Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 12 Oktober 2023 | 17:39 WIB KEBIJAKAN FISKAL

UU HKPD Diharapkan Bisa Jawab Tantangan Desentralisasi Fiskal

Rabu, 11 Oktober 2023 | 10:02 WIB MOHAMMAD HATTA:

'Selama Terjajah Banyak Bercita-Cita, Setelah Merdeka Kehilangan Rupa'

Sabtu, 07 Oktober 2023 | 08:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Soal Desentralisasi, OECD Ingatkan Tak Boleh Ada Daerah 'Tertinggal'

Selasa, 03 Oktober 2023 | 11:31 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Reformasi Desentralisasi Fiskal Tak Bisa Kilat, Kemenkeu Ungkap Ini

BERITA PILIHAN
Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jatuh pada Hari Libur, Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan Tidak Diundur

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:17 WIB PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Dua PP Perpajakan Migas Jadi Cara untuk Genjot PNBP Migas

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:15 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

RUU Daerah Khusus Jakarta Disetujui DPR, Hanya PKS yang Menolak