DEBAT PAJAK

Metode Pembatasan Biaya Pinjaman Keperluan Pajak Diubah, Setuju?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 24 Juni 2022 | 14:01 WIB
Metode Pembatasan Biaya Pinjaman Keperluan Pajak Diubah, Setuju?

JAKARTA, DDTCNews – Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memperluas kewenangan menteri keuangan dalam menentukan instrumen atau metode pembatasan biaya pinjaman.

Sebelum diubah dengan UU HPP, ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.t.d UU Cipta Kerja memuat kewenangan menteri keuangan untuk mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak.

Sekarang, sesuai dengan perubahan Pasal 18 ayat (1) UU PPh dalam UU HPP, menteri keuangan berwenang mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Berdasarkan pada penjelasan ayat tersebut, dalam menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan, digunakan metode yang lazim diterapkan di dunia internasional.

Salah satu metodenya adalah penentuan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio/DER). Metode ini sudah digunakan sebelum UU HPP terbit. Dalam PMK 169/2015, DER ditetapkan paling tinggi 4:1.

Kemudian, terdapat juga metode lainnya yang menggunakan persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak, depresiasi dan amortisasi. Metode ini dikenal sebagai earning stripping rules (ESR).

Baca Juga:
Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

OECD menyatakan penerapan ESR dapat menggunakan pendekatan fixed ratio rule dan group ratio rule. Fixed ratio rule adalah pendekatan dengan aturan rasio yang berlaku untuk seluruh entitas. Sementara itu, group ratio rule adalah ambang batas rasio bunga terhadap EBITDA di tingkat grup.

Group ratio rule memungkinkan perusahaan untuk mengurangkan biaya bunga hingga tingkat rasio biaya bunga bersih terhadap ESR dari grup usaha secara keseluruhan. Dengan demikian, selama rasio biaya bunga terhadap ESR suatu perusahaan tidak melebihi rasio di tingkat grup perusahaan maka biaya tersebut dapat menjadi pengurang.

Di samping kedua metode tersebut, menteri keuangan juga dapat menggunakan metode lainnya. Namun demikian, UU HPP tidak mengatur secara spesifik tentang metode lainnya yang dapat digunakan. Artinya, menteri keuangan lebih leluasa dalam menentukan metode.

Baca Juga:
Cara Dapatkan Bukti Potong Pajak Bunga Tabungan dari Bank CIMB Niaga

Pada dasarnya, pendekatan DER untuk tujuan perpajakan relatif lebih mudah dilakukan dan memberikan kepastian (OECD, 2015). Namun, pendekatan DER untuk membatasi biaya pinjaman yang boleh dikurangkan dapat diakali dengan menentukan tingkat suku bunga pinjaman.

“Keuntungan utama dari aturan DER ialah relatif mudah bagi perusahaan untuk menerapkan dan mengelola administrasi pajak,” tulis OECD dalam laporan berjudul Limiting Base Erosion Involving Interest Deductions and Other Financial Payments, Action 4 2015 Final Report.

Pada kenyataannya, metode DER ini juga berpengaruh pada sumber pendanaan suatu perusahaan. Bagaimanapun, perusahaan melakukan berbagai cara termasuk mencari pinjaman dan memasarkan saham. Sebagai imbal hasil, perusahaan akan memberikan bunga atas pinjaman dan dividen kepada pemegang saham.

Baca Juga:
Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Dalam aspek perpajakan, biaya bunga pinjaman secara umum dapat dijadikan sebagai unsur pengurang penghasilan kena pajak. Sementara itu, dividen tidak dapat dijadikan unsur pengurang penghasilan kena pajak.

Kondisi ini rupanya dipandang sebagai sebuah insentif. Perusahaan akan lebih memilih sumber pendanaan yang bersumber dari utang atau pinjaman dibandingkan dengan modal (Blouin dkk, 2014). Oleh sebab itu, untuk tujuan perpajakan, biaya bunga pinjaman yang dapat dikurangkan jumlahnya dibatasi.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan metode DER sudah tidak banyak digunakan. "DER sudah tidak terlalu digunakan di banyak negara, yang dianggap lebih fair adalah menggunakan EBITDA.”

Baca Juga:
Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju dengan adanya perubahan metode dalam menentukan batasan biaya pinjaman? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar.

Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).

Debat ini hanya bisa diikuti oleh warga negara Indonesia dan tidak berlaku untuk karyawan DDTC. Pemenang dipilih berdasarkan pada pengisian survei dan kolom komentar yang konstruktif, berdasarkan fakta, dan tidak mengandung unsur SARA.

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

Keputusan pemenang ditentukan oleh tim DDTCNews dan bersifat mutlak serta tidak dapat diganggu gugat. Pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Selasa, 12 Juli 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 15 Juli 2022. (kaw)

*Redaksi DDTCNews memperpanjang periode debat hingga Selasa, 19 Juli 2022.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Setuju atau Tidak Setuju lalu tuliskan komentar Anda
Setuju
Tidak Setuju
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Setuju
40
74.07%
Tidak Setuju
14
25.93%

Vina Selviana

15 Juli 2022 | 11:52 WIB
Setuju

nickho

15 Juli 2022 | 11:32 WIB
Setuju, dengan adanya pembatasan biaya pinjaman, maka biaya yang dipinjam akan lebih sesuai dengan kebutuhan.

Adam

15 Juli 2022 | 11:08 WIB
Bagi saya suatu kebijakan yg sudah diciptakan oleh pemerintah merupakan hasil diskusi yg tidak sederhana dan juga berdasarkan pandangan tim da ahli. Terkhusus pada kesempatan ini, menteri keuangan memainkan peran lebih central untuk menentukan metode apa yang paling tepat terkait biaya keperluan pinjaman pajak. Oleh karenanya tidak menutup kemungkinan tetap akan metode DER atau beralih pada ESR hal tersebut tentunya akan disesuaikan oleh menteri keuangan dalam menentukan metode berdasarkan kondisi yang ada. Terkadang dalam menentukan suatu hal baik dalam bentuk kebijakan stakeholder perlu untuk diberi ruang yang lebih luas sehingga dapat bergerak lebih fleksibel.

Erisha

15 Juli 2022 | 11:04 WIB
Setuju, karena dengan adanya metode baru akan lebih teratur dalam menentukan batasan biaya jumlah pinjaman

Elsa

15 Juli 2022 | 11:03 WIB
Tidak setuju, metode yang akan digunakan harus dikaji ulang apakah benar-benar baik digunakan atau malah membuat kebingungan dari sisi wajib pajak

sabil

15 Juli 2022 | 11:00 WIB
Setuju

Anisa

15 Juli 2022 | 10:35 WIB
Saya tidak setuju karena menurut saya metode tersebut tidak disebutkan secara spesifik, sehingga kemungkinan besar akan membuat kebingungan dan dispute yang semakin banyak terutama dari disisi wajib pajak

ca

15 Juli 2022 | 10:31 WIB
karena menguntungkan perusahaan namun perlu diatur juga dalam UU HPP tentang metode lain yang dapat digunakan

Farida

15 Juli 2022 | 10:26 WIB
setuju, asalkan metode yang digunakan benar-benar sudah diuji dan penerapannya mudah. menurut saya ini akan sangat membantu kedua belah pihak jika eksekusinya benar

Nindy

15 Juli 2022 | 10:25 WIB
menurut pribadi saya, metode pembatasan biaya pinjaman untuk keperluan pajak di rubah karena mengingat kondisi perpajakan yg ada, dengan adanya perubahan tersebut akan menimbulkan permasalahan baru khususnya bagi wajib pajak dimana dengan metode yg sebelumnya belum semua wajib pajak mematuhi dengan benar metode yg ada.Dengan ketidakpastian hukum dapat berpotensi menimbulkan problem pada pelaksanaannya. Karena itu transparansi metode yang digunakan sangat diperlukan, diatur dalam Peraturan yang jelas dan memudahkan Wajib pajak dalam menerapkannya ada situasi perekonomian seperti ini. Akibat dari segi Peraturan yg belum diatur, maka menyebabkan secara Perputaran keuangan Wajib Pajak akan semakin membingungkan dan terbebani.
ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN