KAMUS PAJAK

Apa Itu Pajak Kendaraan Bermotor?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 19 Oktober 2020 | 17:30 WIB
Apa Itu Pajak Kendaraan Bermotor?

MELESATNYA aktivitas ekonomi membuat mobilitas masyarakat kini makin tak terbendung. Tuntutan untuk dapat berpindah tempat secara cepat menjadikan kendaraan bermotor sebagai moda transportasi yang sangat dibutuhkan.

Hal ini mendorong membeludaknya permintaan akan kendaraan bermotor pribadi. Saat ini bukan hal yang mencengangkan jika setiap rumah tangga memiliki kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat lebih dari satu kendaraan.

Peningkatan jumlah kendaraan yang pesat juga turut memberi sumbangsih bagi penerimaan daerah. Pasalnya, kepemilikan kendaraan bermotor lekat dengan kewajiban pajak kendaraan bermotor (PKB).

Baca Juga:
Ada Tarif Pajak Rokok 10%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Bengkulu

Untuk itu, lumrah rasanya jika PKB seakan menjadi primadona penerimaan pajak pada beberapa daerah. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan PKB?

Definisi
MERUJUK pada Pasal 1 angka 12 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak kendaraan bermotor (PKB) adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Adapun yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lain.

Baca Juga:
Asal Mula Kata Pajak, dari Pajeg pada Era Kerajaan Mataram Islam

Peralatan penggerak itu berfungsi mengubah energi tertentu menjadi tenaga penggerak kendaraan. Definisi kendaraan bermotor mencakup alat berat yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen, serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

Kendati alat berat tercakup dalam definisi kendaraan dan sebelumnya termasuk objek PKB. Namun, sejak keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XV/2017 mengenai pengujian UU PDRD, alat berat tidak lagi diklasifikasikan sebagai kendaraan bermotor yang dipungut pajak.

Hakim menyatakan pemungutan pajak atas alat berat berlaku selama tiga tahun setelah putusan Mahkamah Konstitusi keluar dan sepanjang belum ada regulasi baru.

Baca Juga:
Daftar Tarif Pajak Baru yang Berlaku di Sumatera Utara, Simak di Sini

Keputusan ini sejalan dengan dibatalkannya pasal yang menyatakan alat berat/besar termasuk kendaraan bermotor dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pemungutan PKB saat ini berdasarkan pada UU No.28/2009 (UU PDRD) Pasal 3 sampai dengan Pasal 8. Dalam ketentuan terdahulu, PKB diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No.18/1997. Dalam undang-undang tersebut PKB ditetapkan sebagai pajak daerah tingkat I dengan tarif 5%.

Namun, UU No.18/1997 tidak menjabarkan definisi dari PKB. Kendati demikian, kendaraan air dianggap telah tercakup dalam ketentuan PKB. Seiring dengan diundangkannya UU No.34/2000 terminologi kendaraan bermotor diperluas dan dilakukan pemisahan secara tegas.

Baca Juga:
Bakal Ada Opsen Pajak Kendaraan, Bagaimana Aturan dan Perhitungannya?

Hal ini membuat PKB diperluas menjadi pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Oleh karenanya, kala itu beberapa provinsi memungut pajak kendaraan darat dan kendaraan di atas air sebagai jenis pajak yang terpisah, yaitu PKB dan Pajak Kendaraan di Atas Air (PKAA).

Akan tetapi, diundangkannya UU PDRD pada 2009 mengubah kembali istilah PKB dan PKAA menjadi hanya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Meskipun berubah kembali menjadi PKB, UU PDRD menegaskan jika kendaraan di atas air termasuk bagian dari kendaraan bermotor.

Definisi tegas atas kendaraan bermotor ini menjadi dasar hukum yang kuat jika PKB tidak hanya menyasar kendaraan yang beroperasi di darat tetapi juga di atas air. Namun, pengenaan PKB pada dasarnya tidak mutlak ada pada setiap provinsi yang ada di Indonesia.

Baca Juga:
Jenis-Jenis Kendaraan yang Dikecualikan dari Pengenaan PKB di UU HKPD

Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan ke pemerintah provinsi untuk mengenakan atau tidak mengenakan jenis pajak provinsi. Untuk itu, apabila suatu provinsi ingin mengenakan PKB harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang PKB yang menjadi dasar hukum.

Pemungutan PKB
PEMUNGUTAN PKB didasarkan pada nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalan umum, termasuk alat-alat berat, alat-alat besar, dan kendaraan di air, dasar pengenaan pajak (DPP) PKB hanya NJKB. NJKB ditentukan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat.

Baca Juga:
Apa Itu Pajak Kendaraan Bermotor dalam UU HKPD?

Sementara itu, bobot dihitung berdasarkan faktor tertentu diantaranya tekanan gandar, jenis bahan bakar, dan tahun pembuatan. Perhitungan DPP PKB ini dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.

Tarif PKB tersegmentasi menjadi dua. Pertama, kepemilikan pertama dikenakan tarif terendah 1% dan paling tinggi 2%. Kedua, kepemilikan kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan progresif terendah 2% dan paling tinggi 10%. Simak “Ketentuan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Hasil penerimaan PKB merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya ke kas daerah provinsi. Namun, sebagian hasil dari penerimaan PKB diperuntukkan bagi daerah kabupaten /kota di wilayah provinsi tempat pemungutan PKB.

Baca Juga:
Pemprov DKI Jakarta Naikkan Tarif Pajak Bahan Bakar Jadi 10 Persen

Pembagian hasil penerimaan PKB ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi, dengan perimbangan 70% menjadi bagian provinsi dan 30% diserahkan kepada kabupaten/kota. Pembagian hasil penerimaan ini dilakukan setelah dikurangi dengan biaya pemungutan sebesar 5%

Pembagian hasil penerimaan PKB juga harus memerhatikan aspek pemerataan dan potensi antardaerah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan perbedaan potensi antardaerah, sehingga untuk pemerataan dan keadilan besarnya bagian tiap kabupaten/kota didasarkan pada kesepakatan.

Berdasarkan kesepakatan tersebut gubernur menetapkan bagian masing-masing kabupaten/kota. Namun, paling sedikit 10% dari hasil penerimaan PKB,termasuk yang dibagikan ke kabupaten/kota, harus dialokasikan untuk pembangunan jalan, peningkatan moda dan sarana transportasi umum.

Hal ini dikenal sebagai earmarking yaitu suatu kewajiban pemerintah provinsi untuk mengalokasikan sebagian hasil penerimaan pajak daerah untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati pembayar pajak dan seluruh masyarakat. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 27 Maret 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK

Update 2024: Apa Itu Subjek Pajak Dalam Negeri?

Senin, 25 Maret 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu PPN dengan Besaran Tertentu?

Jumat, 22 Maret 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Reklame dalam UU HKPD?

Kamis, 14 Maret 2024 | 14:00 WIB PROVINSI BENGKULU

Ada Tarif Pajak Rokok 10%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Bengkulu

BERITA PILIHAN